Sertifikasi Guru dan Cerpen Anak

Saya adalah salah seorang penikmat cerita anak yang ada di setiap Minggu di Koran kesayangan kita, Lampung Post. Sejak Tahun 2006 saya rajin mengamati cerita anak yang ditampil. Tak jarang saya kliping untuk menjadi bahan bacaan. Menariknya, sejak sertifikasi guru Tahun 2007 mulai digulirkan, cerpen anak yang ditampilkan mulai beragam temanya juga para penulisnya. Yakni, sudah mulai banyak dari para pendidik. Baik dari kalangan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),SD, SMP maupun SMA.

Menulis cerita anak sebenarnya tidaklah susah. Apalagi para guru yang setiap hari bertemu dengan muridnya. Kejadian di sekitar kelas, sekolah ataupun pergaulan anak dapat menjadi tema cerpen yang menarik. Apalagi sejak adanya sertifikasi, poin menulis cukup tinggi di portofolio. Walaupun itu belum menjadi poin tertinggi kelulusan, tapi cukup mendongkrak nilai portofolio, karena nilai setiap karya tulis (tulisan) yang dipublikasikan cukup besar sebagai karya pengembangan profesi.

Sayangnya, masih banyak guru yang bingung untuk memulai menulis. Contoh saja dalam mengisi rapor. Ada bebarapa guru yang masih bertanya,”Aduh bangaimana ya menuliskan komentarnya?” saat ada kolom komentar guru tentang kepribadian anak. Menulis bukanlah kegiatan asing bagi guru. Setiap hari tentu guru ikut menulis, minimal membuat Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau dokumentasi tentang kepribadian anak didiknya (terutama menjadiwali kelas).

Suatu hari saya pernah ditanya oleh seorang guru SMA bagaimana cara saya mengajarkan Bahasa Indonesia kepada anak didik saya agar suka menulis. Menurut saya, anak didik kita akan mencontoh gurunya yang suka menulis. Jadi, anak-anak akan terpacu semangatnya jika melihat gurunya juga suka menulis. Apalagi karya gurunya pernah terbit di media massa. Menulis tidaklah terlalu susah, tapi juga bukan pekerjaan mudah! Menulis adalah sebuah keterampilan. Belajar menulis sama seperti kita belajar menjahit, berenang, mengendarai sepeda atau jenis keterampilan lainnya. Mula-mula akan tersa berat dan banyak rintangannya. Namun, semakin sering berlatih, maka dengan mudah kita akan menguasainya.

Ada beberapa tips menulis cerita anak yang saya dapat dari berbagai penulis anak yang pernah saya baca dan saya ikuti. Pertama : Utamakan cerita-cerita yang memberikan penghargaan bukan hukuman. Contohnya Si Ani lupa membuat PR, lalu dihukum berdiri di depan kelas oleh gurunya. Ini kan kisah sudah tidak zaman lagi. Kedua: Pilihlah bahasa yang pendek dan mudah dimengerti anak-anak. Jangan lupa setting (tempat) kejadian yang mudah dikenal anak-anak. Ketiga : kirimlah, jangan tunda esok lagi!

Untuk memulai agar anak-anak didik mencintai pelajaran Bahasa Indonesia, terutama mengarang, awali pelajaran dengan permainan kosa kata, padanan kata atau tebak kata. Selain itu bisa mengajak anak-anak untuk mendengarkan dongeng atau cerita rakyat tanpa buku atau teks. Jadi guru total memerankan tokoh yang ada di depan kelas. Anggaplah kelas menjadi panggung dan guru adalah bintangnya. Dapat juga ajak murid berjalan-jalan di sekitar sekolah dan beri kesempatan untuk mengamati daerah sekitar lalu beri tugas membuat sebuah puisi dari hasilpengamatan mereka, tentunya setelah diajarkan teori membuat puisi. Saya berharap pelajaran Bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran pavorit murid-murid saya, mengingat Bahasa Indonesia menjadi momok ketika UN, terkadang ironis sekali, pelajaran ini dianggap sepele dan nilainya terkadang anjlok. Nah, semoga para guru Bahasa Indonesia dapat berbenah dan teruslah belajar menulis!


Sri Rahayu, S.Hut

Guru SDIT Baitul Muslim Way Jepara Lampung Timur
dan Ketua FLP Cabang Lampung Timur

1 komentar untuk "Sertifikasi Guru dan Cerpen Anak"

  1. tips menulisnya menarik sekali mbak, mudah-2 an blog ini menang di Guraru Acer Pesta Blogger 2010

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^