Kotoran Ajaib di Negeri Hijau

Kotoran Ajaib di Negeri Hijau

Dongeng tentang Biogas

Gbr: http://thumbs.dreamstime.com/thumblarge_398/12420616186wK0UQ.jpg

Alkisah terdapat dua negeri yang hidup berdampingan, negeri Wala Wolo dan negeri Manjo Binjo. Negeri Wala Wolo dipimpin seorang Ratu yang sangat cantik dan rendah hati. Wala Wolo juga dikenal dengan sebutan negeri hijau. Para kurcaci yang tinggal di negeri ini memanfaatkan hasil bumi untuk kehidupan mereka. Ada yang bertani, beternak, dan melaut. Wala Wolo adalah negeri yang kaya akan hasil bumi dan laut.

Sedangkan negeri Manjo Binjo dipimpin seorang Raja yang sombong dan serakah. Kurcaci di negeri Wala Wolo biasa menyebutnya sebagai negeri besi, karena banyak sekali pabrik dengan cerobong asap yang membumbung. Mereka membuat apa saja, mulai dari alat masak sampai kendaraan terbang untuk dijual ke negeri tetangga dan mendapatkan uang. Manjo Binjo adalah negeri yang kaya dengan uang dan emas. Tapi mereka tidak memiliki lahan sedikitpun untuk bercocok tanam, maka dari itu mereka membeli hasil bumi dan laut dari negeri Wala Wolo.

“Pengawal, cepat kau beli hasil bumi dan laut dari negeri sebelah dengan uang ini!” perintah Raja sambil melempar dua karung berisi uang pada pengawal.

“Apa yang akan kita beli, Raja?” tanya pengawal.

“Beli apa saja yang ada di sana! Kalau uang ini tak cukup, berikan mereka emas, kalau masih kurang, suruh mereka memilih satu pabrikku untuk mereka ambil. Negeri ini adalah negeri kaya, tidak seperti mereka yang hanya bisa memanen sayuran. Hahaha..”

Pengawal segera pergi ke negeri Wala Wolo untuk membeli keperluan pangan. Tak lama ia kembali dengan belasan kendaraan terbang yang berisi bahan-bahan makanan.

“Raja.. Raja.. Gawat, Raja! Gawat! Wala Wolo.. Wala Wolo..” teriak pengawal sambil terbata-bata.

“Wala Wolo.. Wala Wolo.. Apa yang kau bicarakan? Jangan membuatku bingung!” kata Raja.

“Orang-orang di sana sudah tidak memasak dengan kayu bakar! Mereka menggunakan kompor!” jelas pengawal.

“Hahaha.. Lalu kenapa? Kita kan juga punya kompor. Kau mau aku membeli kompor mereka?”

“Bukan, Raja. Kompor mereka berbeda. Mereka tidak menggunakan minyak tanah atau tabung gas seperti kita. Mereka hanya menggunakan pipa yang menjulur untuk menyalakan api.”

Dahi Raja berkerut, ia berpikir sejenak. “Ah, pasti pipa itu menyalurkan gas dari tabung yang disembunyikan.”

“Tidak, Raja! Hamba sudah memeriksanya, tidak ada satu pun tabung di rumah mereka. Ini pasti sihir, ya, pasti sihir!”

Mendengar hal ini, Raja segera memerintahkan pengawal dan pasukan keamanan kerajaan untuk meneliti apa yang terjadi di negeri Wala Wolo. Setelah mendapat laporan dari pasukannya, Raja memutuskan untuk melihat sendiri ke negeri Wala Wolo.

“Di mana tabung besar itu, pengawal?” tanya Raja.

“Di sebelah sana, Raja!” bisik pengawal sambil menunjuk ke arah ladang kosong.

“Kau mau menipuku? Tidak ada tabung besar di sana!” teriak Raja.

“Tabung itu memang tidak begitu terlihat karena ditanam di tanah, Raja.”

Raja Manjo Binjo dan pengawal berjalan mengendap-endap ke ladang kosong itu. Belum sampai di ladang, pengawal menghentikan langkah Raja.

“Awas, Raja! Ada peri-peri penyihir!” cegah pengawal sambil menarik tangan Raja.

Pengawal menunjuk seorang kurcaci petani yang membawa ember-ember besar, di sekelilingnya ada makhluk-makhluk kecil yang beterbangan.

“Itu pasti ramuan yang akan disihir oleh peri-peri itu,” kata Raja.

Petani itu pergi setelah meninggalkan ember-ember berisi ramuan di dekat tutup tabung. Raja dan pengawal kembali mengendap-endap untuk memeriksa ramuan dan tabung ajaib. Di sekeliling tabung itu terdapat banyak sekali pipa yang menjulur.

Raja melepas topi kesayangannya, ia bermaksud menangkap peri-peri penyihir dengan topinya. Pengawal juga tak mau kalah, ia melepas bajunya.

“Hehe.. kau tak bisa ke mana-mana, peri kecil! Tangkaaaappp..!!!” seru Raja bersemangat.

Raja Manjo Binjo dan pengawal berlarian menangkap peri-peri sihir dengan topi dan bajunya. Tapi mereka kalah gesit, peri-peri itu terbang melesat dengan cepat, mengecoh Sang Raja dan pengawal, sehingga mereka berdua bertabrakan.

“Hei, kenapa kau tabrak aku? Perinya di sana, bukan di sini!!” maki Raja pada pengawal.

Saat akan mengayunkan topi, kaki Raja tersangkut kaki kiri pengawal. Bruukkk..!! Mereka tersandung dan jatuh terjerembab. Kaki kanan pengawal tak sengaja menendang ember-ember berisi ramuan. Ember-ember itu terlempar ke atas, terbalik, dan.. byurrr… ramuan-ramuannya pun tumpah, mengenai Raja dan pengawal.

“Pengawaaalll!!!! Apa yang kau lakukan??? Topikuuuu!!!” teriak Raja.

“Ampun, Raja.. Ampun.. Hamba tidak sengaja.”

Hidung Raja mengendus-endus. “Pengawal, kau kentut, ya?”

“Ampun, Raja, tidak.. Hamba tidak kentut,” jawab pengawal.

“Lalu bau apa ini?” tanya Raja sambil mengendus-endus sekitarnya.

Pengawal membau pakaiannya yang basah karena ramuan. Hoeekk… baunya menyengat sekali. Ia lalu membau topi dan pakaian Raja. Hoeekk… baunya juga tidak kalah menyengat.

“Raja, baunya berasal dari ramuan ini,” kata pengawal.

Raja Manjo Binjo membau pakaian dan topinya. Ia menjulurkan lidah karena tak tahan dengan baunya.

“Kenapa baunya seperti kotoran sapi? Hoeekkk..” ujar Raja.

Pengawal mengambil sisa ramuan dalam ember dengan tangannya.

“Raja… Ini memang kotoran sapi,” kata pengawal.

“Aaaaahhh…” Raja segera bangkit sambil berlarian mencari air.

“Kotoran sapi ajaib!” seru pengawal.

Tiba-tiba datanglah Ratu Wala Wolo bersama seorang kurcaci petani yang tadi meletakkan ember berisi ramuan ajaib. Alangkah terkejutnya saat ia melihat Raja Manjo Binjo beserta pengawal yang penuh kotoran sapi.

“Oh, Raja Manjo Binjo, sungguh terhormat sekali bisa melihat Paduka di negeri kami,” ujar Sang Ratu.

Raja terkejut, ia berusaha bersikap tenang.

“Apa yang membuat Raja singgah ke mari? Mm.. kotoran sapi itu…??” tanya Ratu.

“Kau curang, Ratu! Kalian menggunakan sihir untuk membuat kompor ajaib!” tuduh Raja.

“Apa maksud Raja? Kami tidak menggunakan sihir sedikitpun. Raja pasti salah mengerti,” jawab Ratu.

“Ahh.. bohong! Aku sudah tahu semua! Kalian membuat ramuan dari kotoran sapi lalu menyihirnya dan menyalurkannya lewat pipa-pipa itu untuk memasak,” sanggah Raja.

Ratu Wala Wolo dan kurcaci petani di sampingnya tersenyum mendengar ucapan Raja.

“Oh, itu.. Semua itu tidak ada hubungannya dengan sihir, Raja. Mari, kami tunjukkan!” ajak Ratu pada Raja.

“Ini adalah tabung yang menampung campuran kotoran sapi segar dan air. Tabung di bagian bawah untuk tempat kotoran, dan tabung bagian atas untuk menampung gas,” kata Ratu sambil menunjuk tabung yang sebagian tertanam di tanah.

“Jika didiamkan selama beberapa lama, campuran kotoran itu akan menghasilkan biogas. Biogas ini adalah jenis bahan bakar yang dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti kotoran hewan,” lanjut kurcaci petani.

“Biogas ini kami salurkan ke rumah-rumah penduduk melalui pipa, bisa digunakan untuk memasak dan penerangan listrik, ampasnya juga bisa untuk pupuk kandang,” kata Ratu.

“Haha.. jangan becanda denganku! Mana mungkin kotoran sapi bisa menghasilkan gas? Dari mana datangnya gas itu?” seloroh Raja.

“Kotoran sapi segar mengandung bakteri yang akan memprosesnya menjadi gas,” jawab Ratu.

“Bohong! Aku tadi melihat peri-peri penyihir yang mengelilingi ember ini,” kata Raja.

“Peri penyihir? Tidak ada peri penyihir di negeri kami. Mungkin maksud Raja adalah peri hutan,” ujar Ratu.

“Bukan! Aku tahu peri hutan, ini lebih kecil dari peri hutan, warnanya hitam dan hijau,” sahut Raja.

“Oh.. haha.. itu.. Hahaha.. itu pasti lalat!” kata kurcaci petani.

“Benar, kan, Raja? Kami tidak menggunakan sihir untuk menghasilkan gas, ini murni proses alami. Kalau tidak percaya, Raja bisa mencobanya sendiri.” Ratu meyakinkan Raja.

“Ah.. untuk apa aku mencoba hal yang menjijikkan seperti ini? Aku bisa menghasilkan alat yang lebih canggih,” elak Raja.

“Menjijikkan tapi bermanfaat, Raja. Hehe..” kata kurcaci petani.

“Aku masih bisa memasak dengan kayu bakar dan gas asli dari bumi, bukan dari kotoran hewan!” kata Raja.

“Tapi kayu bakar dan gas bumi lama-lama akan habis, sedangkan kotoran sapi tidak akan habis selama sapi itu masih ada. Bukan begitu, Ratu?” ujar kurcaci petani.

“Aaahh… sudah-sudah.. aku mau mandi! Negeri aneh ini membuatku sial saja!” seru Raja sambil beranjak pergi.

Ratu Wala Wolo dan kurcaci petani hanya tersenyum melihat tingkah Raja Manjo Binjo dari negeri besi.


Sumber: http://kocomripat.wordpress.com/2011/03/25/kotoran-ajaib-di-negeri-hijau/#more-377

Posting Komentar untuk "Kotoran Ajaib di Negeri Hijau"