Menulis dengan Cermat, Yuk!

Oleh: Ary Nilandari


Kenapa tidak dijuduli "Kiat Penyuntingan?" Karena, kecermatan ini nanti dianggap tugas penyunting atau editor belaka. Padahal, penulis wajib membuat tulisannya jelas, efektif, tepat, koheren, agar makna yang disampaikannya terbaca dan tidak disalahpahami.

Ketika penulis mau repot memperhatikan kaidah kebahasaan, pilihan kata, logika dan koherensi antarkalimat/antarparagraf, maka tulisannya menjadi sebuah craft, karya seni. Idenya yang bagus dan unik akan sampai kepada pembaca dengan bagus dan unik.


Bukannya tanpa maksud istilah writing craft ada dalam bahasa Inggris, kan?

Sudah lama aku ingin berbagi pengalaman selama 12 tahun menjadi editor, berbagi catatan dari telaah terhadap ratusan naskah. Tapi kadang, masalahnya sederhana, aku harus mulai dari mana? Bagaimana berbagi tanpa kesan menggurui?


Bukankah teman-teman sudah terbiasa menulis, bahkan sudah banyak yang menerbitkan buku atau memenangi lomba menulis, apa perlunya posting telaah kebahasaan? Masih adakah yang peduli dengan "berbahasa Indonesia dengan baik dan benar"?

Nah, dari tugas editing terakhir, aku mendapatkan banyak bahan untuk dianalisis. Jadi, tak perlu membongkar-bongkar file lama. Dalam tugas itu, yang terdiri atas puluhan naskah pendek, kutemukan bermacam-macam ketidakcermatan.

"Oooh, sayang sekali, ide si penulis sebetulnya bagus dan unik, tetapi keterbacaannya rendah."

"Wah, kalimat ini maksudnya apa ya?"

"Kenapa ya dia pakai kata ini padahal aku yakin maksudnya bukan begitu."

"Antarkalimat dan antarparagrafnya tidak koheren, lompat-lompat, kadang terbalik-balik logikanya..."

"Sayang, puisinya terlalu banyak dan metaforanya tidak tepat."

dst.

Kira-kira, kalau aku menganalisis ketidakcermatan itu dan mengajak teman-teman ikut membenahinya, maukah?

Oh, jangan takut nantinya jadi sulit menulis karena kepikiran kaidah terus.

Bagaimanapun, ketika pertama menulis, gunakan hati. Biarkan mengalir sebebasnya, jangan ragu. Setelah selesai, nah, baru gunakan kepala. Menulis cermat akan menjadi otomatis setelah kita sering menggunakan kepala menyunting tulisan kita sendiri.

Untuk bukti bahwa menulis cermat itu perlu, bacalah kalimat ini:

Seorang wanita berjuang melawan maut untuk mempertahankan kelahiran bayi yang ada dijaninnya.

Analisis:


Penulisan dijaninnya saja sudah salah. Mestinya di janinnya ("di" kata depan). Selain itu, karena hambur kata dan salah diksi, pesan yang sampai kepada pembaca (aku) adalah:


Wanita ini sedang berjuang antara hidup dan mati "mengabadikan" kelahiran bayi yang ada di dalam janinnya. Jadi, janin (bakal bayi/embrio) di dalam rahim wanita itu juga berisi bayi, yang proses kelahirannya terus-menerus dipertahankan.


Tentu saja aku mengerti maksud penulis sebenarnya adalah: Seorang wanita berjuang melawan maut melahirkan bayi dari rahimnya.

Atau lebih singkat lagi:


Seorang wanita tengah berjuang melawan maut dalam proses persalinan.


Beruntunglah si penulis, kali ini pembaca bisa mengerti maksudnya. Untuk kalimat lebih panjang, lebih rumit, lebih tidak jelas, risiko pembaca menangkap pesan yang keliru akan lebih besar lagi.


(Ingat wysiwyg? What you see is what you get. Ganti see dengan read.)


Boleh menulis kalimat panjang, boleh menulis kalimat indah, tapi perhatikan apakah pesan tersampaikan dengan benar. Pembaca hanya ingin membaca dengan asyik dan puas (mungkin juga dengan cepat), jangan bebani mereka dengan tugas meningkatkan keterbacaan kalimat.


Satu-dua kalimat, mereka mungkin masih bisa bersabar, menebak-nebak maksud penulis. Tapi satu-dua paragraf? Mereka akan meletakkan tulisan kita tanpa ampun.


Ya, kecermatan perlu terutama jika kita menulis untuk publik. Kecermatan dalam menulis untuk anak bahkan diperlukan berkali-kali lipat. Bukan hanya dalam aspek kebahasaan (pertimbangan dalam pemilihan kata dan pembentukan kalimat), melainkan juga isinya.

Selamat berkarya :)

Posting Komentar untuk "Menulis dengan Cermat, Yuk!"