Nostalgia Sertifikasi Guru





Assalamualaikum sahabat Smart Mom


Mau curhat nih pengalamanku menjadi guru. Tanggal 25 November lalu dikenal sebagai hari guru. Nah, saat aku ke Asrama Haji Lampung, aku teringat kembali saat aku PLPG di sana selama 9 hari. Saat itu, Faris masih kecil. Aku berangkat PLPG bersama 3 guru dari SDIT Baitul Muslim, Lampung Timur. Besar harapanku saat itu bisa lulus haha..., soalnya ngarep banget uang sertfikasi yang tunjangannya Rp. 1,5 juta/ bulan untuk guru swasta.

Lalu, aku terpisah dari temanku lainnya. Aku sekamar dengan 3 guru lainnya. Dua guru adalah kepala sekolah dan  guru kelas sepertiku. Tapi, semuanya guru SD Negri yang sudah mulai sepuh. Ada 1 kepsek yang bahkan sudah mulai sakit-sakitan, dan di kamar itu kami tidur di ranjang bertingkat. Aku masih muda, memilih tidur di atas. Dekat lubang angin, kalau malam, brrr dingin banget!

Baca Juga : Serifikasi oh Sertifikasi

Di sini tempat pertemuan PLPG :)


Setiap hari kami mendapatkan materi mengajar. Aku jelas senang banget karena dulu bukan S1 Pendidikan, tapi S1 Kehutanan. Jadi, mendapat ilmu pedagogik sangat menyenangkan, juga ilmu media pembelajaran. Makin semangat saat praktik mengajar loh. Dinilai langsung dengan dosen Unila. saat itu, sampai panas dingin buat RPP malam-malam, haha...  Hari-hari dilalui dengan gembira apalagi makan sudah terjamin. Tapi, hari keempat mulai lelah. Tugas menumpuk, para bapak-bapak mulai ngaco. Apalagi aku dikira masih lajang, hadeeh... belum lagi ada guru yang enggak mau buat tugas, maunya nyuruh buatin, duuuh rupa-rupa deh.

Aku juga mengalami serangan vertigo dihari-hari terakhir PLPG, rasanya kepala muter-muter. Aku diantar teman-teman ke kamarku dan melewati sesi satu materi. Beruntung suamiku datang dari Lampung Timur, walau menembus derasnya hujan dan harus menitipkan Faris dengan pengasuh. Pengorbanan yang tak sedikit ya? hehe...

Namun, usai lulus sertifikasi, perjuangan mencairkan sertifikasi juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak berkas yang harus dilengkapi. Bahkan harus kesana-kemari mengurusnya. Kalau ke dinas juga sering kali bolak-balik dan kena ping-pong. Huaah...


Asrama Haji Lampung jadi saksi perjuangan sertfikasi guruku :)
Baca Juga : Menjadi Guru Smart

Di sekolah, guru bersertifikasi juga jadi sorotan. Kalau telat dan kinerja enggak becus sering jadi omongan. Kalau pas cair jadi cibirian, "Asyik tuh yang cair sertifikasi!" he eh ya enak bagi udah mapan. Apalagi suami istri guru, bisa ditabung jadi DP mobil. Sedangkan aku dulu, masih ngepas buat kehidupan setelah suami usahanya bangkrut. 

Bertahun kemudian, suamiku lulus Deptan dan tak lama mendapatkan renumerasi. Alhamdulillah kami akhirnya bisa lega dan aku berani untuk melepaskan sertifikasiku, bismillah tahun 2013 akhirnya aku resign. Aku memilih jadi IRT Penulis saja. Menikmati mengasuh 3 anak. Menyiapkan mereka ke sekolah, mengantar dan menjemput sekolah dan tentu saja ikut bermain dengan ketiga buah hatiku.

Kini, kalau lihat guru-guru anakku, aku sangat berterima kasih. Mereka sudah berdedikasi tinggi untuk mendidik anak-anakku di sekolah. Bahkan di luar jam mengajar mereka juga harus aktif di group WA Wali Murid. Guru, jasamu memang tiada tara. Pahlawan tanpa tanda jasa. Selamat Hari Guru!


10 komentar untuk "Nostalgia Sertifikasi Guru"

  1. Ternyata dikalangan guru juga ada yang mencibir y mba hehehe...Mba Naqi resign menjadi guru bwt anak2 org lain ttpi akan sll mjd guru tetap untuk ketiga buah hati mba :)

    BalasHapus
  2. Jadi guru emang ga gampang. pengalaman dg tingkah polah anak, rasa lelah, dan gaji yg pas2an. tp dr sana lahir cernak2ku. *curcol

    BalasHapus
  3. Perjuangannya mirip dengan suami saya yang baru tahun ini dapat serifikasi
    Saya aja ikut pusing bantu siapin segala dokumen, dan ikut ke sana-ke sini karena suami kadang malu/gak berani
    apalagi masih ada sistem harus pakai uang pelicin (mau stempel apa, cepat asal selip uang administrasi, dll istilahnya)
    kalau saya enggak, mau stempel sukur, enggak saya labrak, langsung berkicau di twitter dan medsos lain, hahaha...

    semangat ya Mbak, rezeki tidak akan tertukar, meski sudah resign, akan ada pintu lain pembawa rezeki :)

    BalasHapus
  4. Adik ipar ku waktu itu juga perjuangan mba untuk mendapatkan sertifikasi guru. Tetap semangat mba

    BalasHapus
  5. Selamat hari guru mbak, baru tau profesi lain mbk Naqy selain penulis, moga barokah ilmunya :D

    BalasHapus
  6. Pengalaman berharga banget ya, mbak Naqi. Semoga tetap bisa menginspirasi dengan tulisan.
    Selamat Hari Guru Nasional.

    BalasHapus
  7. Duh, Mba Naqi..kenyang banget aku dulu ngurus beginian, hahaha.
    Berkas yang ada aja salahnya, birokrasi yang muter-muter, giliran dapat banyak banget potongannya. Mba Naqi gitu juga nggak? Aku dulu harus nyetor yayasan, terus bagi2 juga ke guru yang nggak dapet. Udah aja tiap turun begitu.
    Sekarang kalau ingat begitunya ngerasa plong resign jadi guru, meski ada banyaaak hal yang menyenangkan dan kadangkala bikin kangen :')

    BalasHapus
  8. Selamat Hari Guru!
    Aku pernahnya jadi guru bimbel aja. Itu udah senang sekaligus puyeng ngajar berbagai tipe murid

    BalasHapus
  9. Ternyata untuk mendapatkan sertifikasi guru cukup berat juga ya perjuangannya Mbak Syam. Dan tentunya perjuangan tersebut tidak sia-sia dengan sertifikasi mutu guru bertambah meningkat yang pada akhirnya akan bermuara pada murid-muridnya.... semoga bertambah banyak guru di Indonesia mendapat sertifikasi seperti ini. Amin

    BalasHapus
  10. Teman sekamar Mbak Naqi, meski sudah sepuh tapi masih semangat-semangat ya... Saluut!
    Eh,ternyata ada yang suka nyinyir juga ya, di kalangan guru?

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^