Mbak HTR dan Membesar Organisasi





Mengeja namanya H-T-R, membuat saya ingat masa-masa awal saya mengenal dunia menulis. Saya mengenal beliau lewat tulisannya. Awalnya saya yang suka membaca majalah dikenalkan sepupu saya dengan Majalah Annida. Waktu itu sekitar tahun 1993-1994. Saya langsung tertarik dengan cerita bersambung Kembara Kasih yang penulisnya terus berganti. Awalnya Helvy Tiana Rosa lalu dilanjutkan dengan temannya hingga berhasil endingnya. Saya sangat tertarik! Saya mulai ketagihan membeli membaca sambungan Kembara Kasih. Dilanjutkan dengan memborong majalah Annida edisi lama di sebuah toko buku Islam yang kecil kala itu di Bengkulu. Tak lama itu tawaran liburan di Kota Kepahiyang di rumah sepupu saya datang, kebetulan sepupu lelaki saya mendapatkan tugas menjaga sebuah rumah ustadz. Di sana saya melihat sebuah perpustakaan mini. Bukunya banyak sekali, termasuk Majalah Annida. Saya langsung tertarik untuk memiliki taman bacaan di rumah. Akhirnya dari bacaan yang ada juga Kembara Kasih menjadi titik tolak saya hijrah pada tahun 1998.

Awal hijrah saya cukup ekstrim. Semua majalah jahiliyah koleksi saya bakar, kaset –kaset Dewa 19 koleksi saya buang, sahabat pena pun saya stop! Saat itu wadah untuk menampung niat menulis saya belum ada. Saya masih mencari-cari wadah yang pas. Saya belum berani mengirimkan karya ke Mading, saya lebih suka menyimpannya dan membaca sendiri. Saya lebih banyak aktif di PMI dan Organisasi lainnya. Sampai Annida membuka calon anggota FLP Se-Indonesia. Maka, dengan gembira saya langsung mendaftarkan diri. Sungguh saat itu, saya belum pernah ikut lomba menulis! Saya masih ragu dengan kemampuan saya! Hingga akhirnya FLP Wilayah Bengkulu mengundang Mbak Helvy Seminar Kepenulisan Tahun 2001. Di sinilah pertemuan pertama kali. Saya masih sangat pendiam! Bahkan menemani Mbak Helvy di depan yang “rame” saya masih gemetaran! Saya masih bingung mau ngomong apa! Dengan sifat Mbak Helvy yang gaul abis, bahkan ketika saya menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen Islami FLP saya tetap belum Pe-de. Mbak Helvy menasehati saya, “Yuk, orang akan melihat FLP jika kita punya prestasi. Maka berprestasilah!”

Menjelang Mbak Helvy pulang, saya baru berani curhat kalo sebenarnya saya cukup rame tapi entah kenapa demam panggung hehe... bahkan terjadi insiden Mbak Helvy salah kamar. Mbak Helvy masih saja tetap tersenyum. Ya, saat itu karena keterbatasan kami, Mbak Helvy kami sewakan kamar yang murah, sampai-sampai Mbak Helvy dikira “wanita panggilan” akhirnya Mbak Helvy pindah penginapan dengan biaya sendiri. Huah padahal biaya mendatangkan Mbak Helvy kami masih menghutang! Mbak Helvy masih menggunakan uangnya sendiri sampai kepengurusan berganti, ketika saya menjadi ketua FLP Wilayah Bengkulu, hutang dengan Mbak Helvy baru dapat dibayar. Semua itu berkat antologi Ketika Nyamuk Bicara bersama FLP Lampung dan FLP Sumatera Selatan. Lega rasanya hutang dengan Mbak Helvy sudah lunas, walaupun beliau sudah lupa dan tak berniat menagih kami.

Ketika Pra Munas I pertemuan di Kantor Annida tahun menjadi titik balik saya untuk terus mengembangkan FLP. Melihat semangat Mbak Helvy tentang FLP, keramahannya, luasnya wawasan sungguh menjadi inspirasi. Apalagi ketika Mbak Helvy menitipkan kami adik-adiknya ini dengan Pak Herman Suryadi, seorang penulis asli Bengkulu kian memberikan suntikan semangat. Bersama Pak Herman saya mulai mengenalkan FLP pada sastrawan di Bengkulu. Belajar lobi-lobi dalam mengepakkan sayap FLP. Alhamdulillah FLP kian berkibar! Bahkan saya dan teman-teman FLP dapat menjadi penanggungjawab rubrik sastra di Koran Rakyat Bengkulu! Butuh perjuangan! Karena Rubrik Sastra dan Budaya sudah lama ditiadakan karena tulisan tak bermutu atau tak ada yang mengelola. Maka dengan Bismillah, saat itu, saya menawarkan diri kepada redaktur untuk memegang rubrik Sastra dan Budaya. Akhirnya setiap Minggu, rubrik Budaya dan Sastra dapat ditampilkan di Koran Rakyat Bengkulu, saya sendiri hunting karya teman-teman dan meminta Pak Herman menjadi nara sumber tetap memberi komentar karya-karya yang masuk. Selama 1 tahun Rubrik Sastra dan Budaya saya dan teman-teman FLP kelola tanpa bayaran dari Koran Rakyat Bengkulu. Bahkan jam 9 malam hujan-hujanan pun saya jalani ketika harus menyetorkan naskah. Sungguh perjuangan yang indah. Sampai akhirnya FLP Wilayah Bengkulu mendapat nominasi Anugrah Pena FLP 2005.

Kini saya mulai terbiasa ikut lomba menulis dan cukup ilmulah lobi-lobi organisasi. Saya mulai cinta mati dengan FLP! Bahkan ketika pindah ke Lampung Timur, saya harus mengenalkan FLP dari nol lagi. Saya merintis membentuk FLP Cabang Lampung Timur. Mengenalkan FLP pada teman-teman yang belum “open” dengan dakwah bil qolam. Perlahan FLP dikenal orang, FLP Cabang Lampung Timur kini sudah mengundang 2 penulis beken FLP, yaitu Boim Lebon dan Afifah Afra. FLP Cabang Lampung Timur juga telah memiliki Rumah Cahaya dan FLP Kids. Ya, Mbak Helvy telah menularkan cinta pada saya. Cinta mati pada dakwah bil qolam ini. Semoga cinta ini membawa kami ke surga.

Posting Komentar untuk "Mbak HTR dan Membesar Organisasi"