Menulis Esai Asik Juga Lho!

Menulis adalah kegemaranku sejak kecil. Menulis apa saja. Cerpen, esai, berita, bahkan puisi. namun, berjalan dengan waktu, aku lebih menyukai tulisan fiksi. Berapa cerpenku tergabung dalam beberapa buku antologi.

Nah, ketika ada beberapa audisi menulis esai. Akupun mencoba menulis esai kembali. Wow, aku harus banyak membaca! Berbeda dengan menulis cerpen, imajinasi lebih berperan. Tapi, menulis esai, data-data harus akurat sebagai penujang opini penulis.
Akupun mencoba mengikuti audisi menulis buku Menulis Tradisi Intelektual Muslim. Berhari-hari aku menyimpan ide tapi tak kunjung tuntas kutuangkan dalam bentuk tulisan. Kucoba berdiskusi dengan suami, eh malah diledek, “Ih, umi esai tuh gak gitu!” duuu…salah lagi deh. Minta pendapat malah gak dapat dukungan.

Ya iyalah, suamiku kan lebih jago nulis opini dibanding aku. Kalo suami sudah menulis opini, pasti datanya lengkap banget. Pernah suamiku gregetan dengan sistem kontrak penyuluh pertanian yang diadakan Deptan. Suami berhari-hari berkutat dengan data undang-undang kepegawaian dan penyuluhan. Alhasil, suami mendapat kesimpulan, jika tak ada dalam undang-undang untuk menghentikan sistem kontrak tiga tahun tanpa ada undang-undang yang mengatur. Suamipun menuliskan idenya di Sinar Tani. Dampaknya? Buah pikirannya dilirik mentri pertanian kala itu dan menunjang ulang penghentian sistem kontark THL Deptan. Wah, sedasyat itukah sebuah tulisan?

Akupun berpacu dengan waktu. Deadline semakin dekat. Tulisan esaiku masih 2 halaman. Ya Tuhan, aku ingin berkarya! Beri aku ide! Teriakku dalam hati. Sambil berkomat-kamit penuh doa, kulanjutkan tulisan esaiku tentang Melawan Konspirasi Media dengan Menulis. Sungguh, perjuangan yang penuh keringat dingin. Aku menulis dengan cemberut karena suami tak mau memberikan komentar terhadap tulisanku. Hups, akhirnya aku menyelesaikan tulisanku selama 3 jam dan langsung mengirimnya kepada pj naskah Pak Edo Segara.

Beberapa bulan kemudian, aku mendapat kabar tulisan esaiku lolos seleksi dan berhak diterbitkan bersama 25 penulis lainnya. Senang sekali, kulihatkan pengumuman pada suamiku. Dia tersenyum,”Tuh, kan bisa!” katanya. Ah, ternyata suamiku sengaja ‘melepasku’ dalam menulis.

Selanjutnya, lomba esia Menpora menjadi incaranku. Kali ini aku menggarap ide tentang Industri Berbasis Perdesaan sebagai Wadah Pencetak Pemimpin Masa Depan. Kali ini aku mencoba lagi mengajak suamiku berdiskusi. Seperti yang kuduga, suamiku sangat antusias memberikan pencerahan terhadap ideku. Aku tersanjung deh. Belum pernah melihat suamiku semangat seperti iniJ mungkin karena ide sudah klop. Diskusi kami berlangsung via chatting, telpon dan email. Maklum keluarga weekendJ

Berkat perjuanganku itu, alhamdulillah buku Menulis Tradisi Intelektual Muslim kini sudah terbit dan aku menang dalam perlombaan menulis esai Menpora sebagai juara ketiga. Inilah kisah terindahku sepanjang tahun 2010 dalam memperjuangkan semangat menulisku dan juga komunikasi dengan suamiku.


Tulisanku ada di sini :)

Posting Komentar untuk "Menulis Esai Asik Juga Lho!"