Menulis = Mengukir Usia Sejarah

Menjadi guru yang kreatif, tentulah tak mudah. Apalagi tinggal di sebuah Kabupaten yang jauh dari keramaian. Tak ada toko buku, tak ada mall, tak ada kegiatan penunjang untuk berkreasi. Acara pelatihan, seminar atau peningkatan diri masih sangat jarang. Tapi, apakah itu menjadi sebuah ganjalan untuk tetap maju? Yap! Itulah tantangannya!
Aku seorang guru SD swasta, yaitu SDIT Baitul Muslim. Aku seorang guru kelas, tepatnya wali kelas III Turki. Setiap hari mengajar dengan jatah mengajar minimal 24 jam. Apalagi, sekarang aku menjadi guru bersertifikasi. Tentulah keprofesionalan mengajar menjadi sebuah tuntutan mutlak.

Namun, aku tak betah, jika sekadar menjadi guru atau mengajar di kelas saja. Aku ingin lebih berkembang. Untuk itu, aku aktif di facebook, milis, blog dan dunia maya lainnya untuk peningkatan kualitas diriku sendiri dan juga anak didikku.
Untunglah, jaringan internet sekarang sudah sampai ke desaku. Aku semakin mudah untuk mencari Silabus, RPP, Games dan media pembelajaran lainnya. Kegemaranku menulispun tersalurkan. Aku membuat blog dan mengelola sebuah group kepenulisan, yaitu group Info Menulis Untuk Pejuang Pena di sebuah jejaring sosial facebook dengan nama akun Naqiyyah Syam. Group ini berisikan info ajakan menulis. Baik lomba, audisi antologi, maupun sharing kepenulisan.

Sungguh senang berbagi, semakin hari semakin banyak teman yang tertular ‘virus’ menulis. Bahkan beberapa kali aku menjadi pj antologi sebuah buku.
Alhamdulillah, tahun 2010 telah 5 buku antologiku terbit. Awal tahun 2011 ini sudah 1 buku antologi terbit dan beberapa buku lainnya segera terbit (tahap penerbitan). Virus menulis ini terus kusebarkan pada anak-anak muridku. Terutama pada kelompok jurnalistik yang kubina setiap hari Sabtu. Senangnya ketika karya muridku terbit di koran Lampung Post untuk pertama kalinya lho ^_^

Tak cuma di dunia maya dan di sekolah. Di lingkungan rumahku, akupun menularkan ‘virus’ membaca dan menulis ini dengan membuka taman bacaan gratis. Bersama FLP Cabang Lampung Timur, aku membuka Rumah Cahaya (Rumah baCa dan Hasilkan karYa) dari buku-buku koleksiku. Setipa hari anak-anak, remaja dan ibu rumah tangga bergantian meminjam buku di sini. Gratis, tanpa ada pungutan lainnya. Walau resikonya, kadang buku menjadi lecek, rusak dan ada yang tidak kembali (baca: hilang). Tapi, perjuangan menularkan ‘virus’ membaca dan menulis tak berhenti.

Kegiatan di Rumah Cahaya ini tak hanya membaca. Ada juga beberapa kegiatan lomba menulis puisi dan cerpen untuk anak SD dan pelatihan menulis untuk remaja. Kecintaanku terhadap dunia baca dan menulis ini didukung penuh oleh suamiku. Kami terpaksa menjalani keluarga weekend karena suamiku bertugas di Bandar Lampung dan aku di Lampung Timur. Setiap Sabtu dan Minggu, kami baru dapat berkumpul. Terkadang terpotong dengan kegiatan kami masing-masing ^_^

Kami terus menjaga komunikasi untuk saling menyemangati menyebarkan virus membaca dan menulis ini. Seperti saat aku mengejar deadline menulis Esai Kepemudaan Menpora, suami ikut memberikan semangat dan menyumbangkan ide. Kami berdiskusi lewat chatting, telpon dan email. Betapa indahnya menjadi pasangan yang suka membaca dan menulis. Alhamdulillah, atas dukungan suami dan ridho-Nya, aku menjadi juara III Lomba Esai Kepemudaan Menpora 2010.

Untuk menjaga ide agar tak lepas,aku menyiapkan catatan bank ide. Kadang bukan buku khusus tempat aku menulis, melainkan buku nilai anak-anakku. Memang sih ada buku khusus untuk penilaian, tapi aku lebih senang membuatkan di buku tulis dan lebih sering buku itu diselingi dengan ide-ideku, apalagi kalau mengejar audisi menuli, jadilah buku nilai plus buku ide, hehehe….

Agar tak lupa dengan audisi menulis yang bejibun itu, aku sengaja mengcopi info yang ada yang membuatnya dalam satu folder audisi menulis. Lebih enak lagi buat alarm di hp, minimal 2 hari sebelum deadline. Tapi, entah kenapa ide ini sering nongolnya pas deadline? Hahaha…maklum terlanjur cinta dengan metode SKS, walau sering ditegur, kalo nulis SKS mutu tulisan menjadi rendah. Sayangkan? Harusnya bisa juara 1 eh karena tanpa editan cuma dapat juara 3…nah lho…

Ke depan, aku bertekad untuk tetap dalam jalur ini. Menyebarkan ‘virus’ cinta membaca dan menulis seperti semangat para pahlawan perempuan Indonesia, R.A Kartini yang dikenal dunia karena ia gemar menulis dan menyebarkan pemikirannya kepada orang banyak. Aku berharap, usiaku menjadi usia sejarah, bukan sekedar usia biologis yang jika telah tiada tidak dapat dikenang. Untuk itu aku mengukir usia sejarahku dengan menyebarkan virus membaca dan menulis. Bagaimana dengan anda?

Posting Komentar untuk "Menulis = Mengukir Usia Sejarah"