Tips menulis Kumcer Ala Dian

Kenapa judulnya tips menulis kumpulan cerita ala Dian?

Karena postingan ini saya buat berdasarkan pengalaman saya saja, yang mungkin bagi sebagian orang lain amat berbeda dari apa yang mereka lakukan.

Semoga yang saya tulis ini cukup jelas, dan bisa diambil

sisi positifnya (tiru yang baik, buang yang jelek) karena nggak semua dalam

tips ini baik.

Mohon maaf jika tulisan saya ini terkesan seadanya, karena memang beginilah saya. Pengetahuan saya baru seuprit, namun saya nggak mau menunggu jadi seuprot dulu baru berbagi pada temans.

Jadi, jangan ada pikiran “Halah, kok kayak gini doang? Kirain tips apa,”

Saya bukan guru, saya bukan trainer, so jangan sebut saya senior (saya baru nulis selama 4.5 tahun), jangan sebut saya Suhu, dan jangan pula sebut saya cikgu.

Saya akan ceritakan semua pengalaman saya dalam menuliskann kumpulan cerita, dan dari situ silakan ditarik kesimpulan sendiri ya tentang bagaimana saya mengajukan kumpulan cerita saya ke penerbit (siapa yang mengajukan konsep, apakah perlu pakai outline, apakah diberi deadline, siapa yang menentukan jumlah cerita dll)

1. Our Happy Days (6 cerita)

Saya mengirimkan naskah utuh ke penerbit.

Proses penantian selama 1 bulan, dan diACC.

2. Cerita Rakyat Nusantara (66 cerita)

Ini hasil bincang-bincang saya dengan penerbit. Mereka bertanya, apakah saya bisa menulis ulang cerita rakyat dengan baik? Karena saya tidak mau asal menjawab, lebih baik saya mengirimkan sample dan biarkan mereka yang menilai apakah saya cukup baik atau tidak. Sample (1cerita) diACC dan penerbit merumuskan konsep 66 cerita dari 33 provinsi dengan

panjang tiap cerita 13,000 characters. Tidak ada deadline, suka-suka saya saja.

Saya menulis ulang 66 cerita itu dalam kurun waktu kira-kira 6 bulanan.

3. 40 hadits pilihan + cerita asyik (40 cerita)

Ini juga hasil ngobrol sama penerbit.

Mereka tanya ke saya, apa bisa bikin cerita realis sehari-hari yang lekat dengan kehidupan anak-anak, namun dengan tema pengenalan hadits pada anak-anak.

Penerbit lalu mengirimkan satu buku tipis, terbitan luar, yang berisi hadits dan cerita-cerita lawas yang sesuai dengan hadits tsb. Intinya, penerbit mau bikin buku kayak gitu, tapi dengan format illustrated book, full warna, dan ceritanya masa kini (bukan cerita lawas).

Sama seperti cerita rakyat, saya bikin sample, diACC dan diminta lanjut 40 cerita. Panjang naskah, jumlah halaman buku, mereka yang atur. Saya hanya nulis.

4. Dongeng Fantastis Dunia Binatang (23 cerita)

Kalo ini hasil penawaran dadakan dari Innerchild. Mereka nanya ke saya apa punya stok fabel? Katanya, penerbit pengen bikin kumpulan fabel. Saya jawab punya, dan saya kirimkan cerita yang udah ready dalam folder saya. Naskah diACC dan saya diminta membuat cerita utk 100 halaman buku. Terserah saya, mau saya isi berapa cerita. Tapi kemudian, konsepnya berubah. 100 halaman dirasa terlalu tebal, nanti harga bukunya kemahalan. Jadi, diubah sekitar 50an halaman. Saya utak-atik, saya ajukan 6 cerita 1 halaman, 7 cerita dua halaman, dan 10 cerita 3-4 halaman. Jadi totalnya jadi 50-60an halaman (sekali lagi, ini halaman buku. Bukan halaman

A4).

Saya juga menentukan jumlah paragraf dalam tiap halamannya. Pokoknya, naskah ini sudah saya breakdown dengan rapi untuk teks per halamannya.

Deadline, kalo nggak salah 2 bulan deh.

5. BOG I dan BOG 2 (ini bukan buku anak-anak, tapi

saya masukkan juga) saya mengirim naskah lengkap. Karena syarat dari penerbit

memang begitu.

6. 30 cerita pendamping Ramadhan (belum terbit)

Ini penerbitnya yang minta. Langsung diminta 30 cerita, pokoknya bertemakan suasana bulan Ramadhan dan Lebaran.

Yang mengatur pembagian paragraf perhalaman, dll adalah penerbit. Tugas saya hanya membuat cerita dengan +/- 500an kata. Tidak ada deadline.

7. 30 Dongeng Sebulan (belum terbit)

Saya mengirim naskah lengkap. Konsep buku, dalam artian pembagian paragraf per halaman, jumlah halaman dll, saya yang merumuskan.

8. Lain-lain (ada yang 100 cerita, ada yang 99 cerita, ada yang 8 cerita, ada yang 70an cerita)

Ada yang saya kirim utuh naskahnya, ada juga yang saya kirim sample aja.

So, bisa ditarik kesimpulan? Lain penerbit lain cara. Silakan pelajari penerbit incaran kalian, just drop them an email or phone call. Tanyakan ke mereka, cara mana yang paling nyaman untuk mereka.

Outline? No … saya nggak pernah pake outline. Saya bukan orang yang pintar membuat outline. Saya pasti nggak bisa menuliskan “kelebihan naskah saya dibanding buku sejenis” atau “judul buku yang sejenis yang sudah ada di pasaran”.

Saya taunya cuma nulis yang (semoga) bagus, dan kirim.

Nah, sudah lebih jelas ya? Lebih mendapatkan gambaran kan? Semoga…

So, let’s go through your questions sama-sama:

1. Biasanya dikasi tenggat waktu nggak? Boleh nggak

kita yang mengajukan ke penerbit, per cerpen dijadikan sekian halaman dll? Jumlah

halaman cerpen, sama atau beda-beda? Siapa yang menentukan jumlah cerita,

jumlah kata, tema dll?

Jawab : See above

2. Satu cerpen, jatuhnya berapa halaman buku?

Jawab :

Dalam pengalaman saya, bisa satu, bisa dua, bisa tiga, dan bisa empat.

3. Dalam satu buku, ada berapa tema?

Jawab :

Sesuka hati lah. Boleh campur-campur, persahabatan, gotong royong, makanan

tradisional dll. Tapi biasanya ada satu tema besar, ya misalnya ini buku yang

mau mengajak anak-anak mengenal hadits. Atau, ini buku bertema Ramadhan, dll.

Kalo tema-tema per cerpen, sok atuh bebaskan dirimu.

4. Apakah ada batasan, minimal berapa cerpen dalam

satu buku?

Jawab :

Nggak ada. Mau isi 5 monggo, 10 monggo. Biasanya, nanti dari penerbitnya ada masukan kok. Mbak, kok terlalu sedikit ya? Tambahin dong. Atau, Mbak kokkebanyakan ya? Mahal euy …

Intinya, nanti akan ada pembicaraan lebih lanjut dng penerbitnya.

5. Memilih judul yang jos, gimana caranya?

Jawab :

Ada yang bisa jawab? Saya juga masih suka bingung kok, hihihi. Nggak ada tips khusus, saya sih lebih sering merasakan aja. Kalo pake judul gini, kalo saya pajang di tobuk, kira2 dilirik nggak ya?

6. Menyadur/menceritakan ulang, gimana supaya

terkesan tidak asal copas? Bolehkah memasukkan pikiran sendiri ke dalam cerita

tsb?

Jawab :

Boleh, silakan, sok, monggo. Menurut pendapat pribadiku, asalkan esensi cerita tidak berubah.

7. Gimana cara mempertahankan mood? Trus gimana biar bisa tetep konsen nulis pagi hari

sementara cucian menanti, rumah minta diberesin dan sebentar lagi hrs jemput

anak?

Jawab:

Hmm, kalau boleh saya kasih sedikit ilustrasi. Saya punya kakak suka sekali memasak. Padahal ia

kerja, punya 3 anak, dan tanpa pembantu. Kalo ada arisan, ato pengajian, ia selalu masak sendiri. Bikin snack pun sendiri. Capek? So pasti. Rumah? Kayak kapal pecah.

Ketika saya tanya,why repot? Kalo saya sih pasti saya panggilkan tukang lontong kikil saja.

Mudah, murah dan slamet.

Jawabnya, “Aku suka

sekali memasak. Jadi, aku nggak merasa terbeban, nggak merasa capek. Kalau liat

orang makan masakanku dengan lahap, aku senang banget. Apalagi kalo sampai mereka bilang bahwa itu enak,”

Kesimpulannya? Be honest to yourself. Do you love writing? If you do, then you’ll always in the

mood.

Kalau temans menulis hanya karena ikut trend, pengen eksis, ato sekedar pengen punya buku,

ya mood-mu akan up and down. Kayak ingus, sroott.

8. Gimana caranya menggali ide dan mengembangkan cerita biar cerita lebih menggigit dan menarik untuk dibaca?

Jawab :

Tak ada jawaban lain, banya berkhayal, dan membaca. Membaca apa saja, membaca situasi,

membaca body language orang lain, dll. Selain itu, tentu membaca buku/teks.

Membaca buku akan memperkaya imajinasi kita, memperkaya kemampuan berbahasa

kita. Jangan dibayangkan dulu buku berat-berat. Saya suka buku sakunya Enid

Blyton, saya suka baca dongeng yang pendek (300 an kata). Saya juga suka baca tabloid. Apalagi tabloid gosip. Udah tau kan, Jupe batal nikah ama Gaston?

Kalo novel, jujur saya kurang suka tapi saya suka Jacqueline Wilson (meski hanya punya beberapa).

9. Mbak Dian nulis dari jam berapa sampai jam berapa, sih? Saklek dengan jadwal nulis atau begitu ada ide langsung tulis?

Jawab :

Biasanya malam. Jam 10an

sampai jam 12-1. Tidak saklek, kalo ada ide ya langsung catat. Beruntung, suami

saya yang ganteng dan baik hati menghibahkan smart phone nya ke saya. Saya baru

tau, ternyata smart phone lumayan mempermudah hidup saya. Semua ide bisa saya tampung

di sana dulu, dan saya eksekusi di malam harinya.

10. Kumcer apa harus ditulis oleh satu orang? Boleh campur dongeng gak?

Jawab:

Asal ceritanya bagus, dan kemampuan menulis para penulisnya equal, kupikir nggak apa2 menulis kumcer lebih dari satu orang.

Boleh campur dongeng nggak? Kalo cerita realis ya jangan dicampur dengan

dongeng. Vice versa, kalo bikin kumpulan cerita dunia dongeng ya jangan dikasi

cerita si Budi membantu Ibu berbelanja di pasar membeli sekilo ikan bandeng.

11. Gimana menghindari mati gaya saat menulis kumcer? Udah bikin 7, yang 3 nya ngambek. Jadi, kapan dong saya bisa nyelesaikan 10 cerita ini?

Jawab :

Tanyakan pada rumput yang bergoyang. Hihi …

Ya jawabannya sama dengan bagaimana menggali ide. Refresh your mind, pasang mata telinga pada keadaan sekitar. Dunia kita ini full of amazing stories loh, gimana mau mati gaya?

12. Gimana caranya

memancing ide untuk kumcer? Kan mesti ada benang merahnya tuh. kalau bikin 100

cerita misalnya, aku ngebayangin nyari idenya sampai ngubek-ngubek otak :p

Jawab :

Benang merah ada di tema besarnya. Misalnya, puasa dan lebaran. Nah, mulailah dengan membuat list, apa saja yang terjadi/ada di bulan puasa/lebaran? Mercon, ketupat, sarung,

mukena, kolak, es buah, angpo, kembang api, kue keju dll dll.

Setelah kamu list hal-hal tsb, mari kemudian kita bersenang-senang dengan menguliknya menjadi

cerita.

Sarung? Bikin cerita apa ya tentang sarung? Banyak nonton TV yuk (kita harus pandai

memanfaatkan TV, bukan TV yang memanfaatkan kita), di sana ada berita tentang

sarung instan. So, jadilah cerita tentang sarung instan.

Mercon? Bahaya dan mengganggu, itu pasti. Baca koran, eh ada berita macam-macam tentang mercon.

So, mari meramu mercon, eh meramu cerita tentang si mercon.

13. Untuk buku kumpulan cerita rakyat, boleh tidak cerita rakyat tersebut kita tulis ulang

dengan gaya bahasa dan penceritaan kita sendiri yang disesuaikan dengan keadaan

terkini? Kan kebanyakan cerita rakyat yang ada berkesan jadul dan membosankan.

Jawab:

Boleh saja. Mau bikin cerita Malin Kundang tinggal di apartemen juga boleh. Mau bikin cerita

ibunya nggak ngutuk jadi batu, tapi membekukan semua asset dan memblokir semua

PIN ATMnya juga boleh.

Tapi jujur, secara pribadi, bagi saya cerita rakyat adalah cerita rakyat. Tak perlu mengubahnya

secara drastis dengan alasan jadul. Bukankah it’s a part of our culture? Mosok

kita mau mengubah bentuk rumah gadang, dengan alasan jadul? Boleh saja, tapi

untuk rumah pribadi ya. Kalau untuk rumah yang dijual bebas, tentu kita nggak

bisa bilang “Hei, saya jualan rumah gadang nih,”

Tapi, ternyata yang disajikan adalah modifikasi dari rumah gadang.

Sekali lagi, ini pendapat pribadi saya. Pasti banyak teman yang tidak setuju, apalagi karena

cerita rakyat banyak adegan kutuk mengutuk, sihir menyihir. Hihi…

Yang saya lakukan di buku saya, saya perhalus saja sih. Yang adegan mengutuknya saya hilangkan. Eh, ini modifikasi juga ya? Hihi, dasar labil!

14. Untuk kumpulan cerita berdasarkan hadis atau asmaul husna (cerita seperti di buku 40 cerita asyik+hadist pilihan itu), cerita-ceritanya kita kelompok-kelompokkan misalnya

saja ajaran tentang berbuat baik, tentang kejujuran, dll?

Jawab:

Yang saya lakukan, tidak perlu mengelompokkan cerita. Campur saja ^^

Ah, saya memang penulis acak adul

15. Naskah yang berisi kumcer seperti ini apakah harus dibuatkan outline dulu untuk dikirimkan

ke penerbit atau lebih baik naskah yang sudah jadi saja?

Jawab :

Sudah jelas di penjelasan awal ya.

Nah, selesai sudah.

Intinya, keep your life simple.

Menulis kumpulan cerita bukanlah sesuatu yang berat atau mengerikan. Little by

little everyday, menulislah satu cerita tiap hari. Dalam sebulan, udah bisa

bikin kumpulan dongeng sebulan tuh.

Panjang ceritanya terserah deh, mau 150, 200, 250, 300, atau 500 kata. Pokoknya tulis tulis dan tulis.

Simple, simple, simple.

Prinsip saya, hajar bleh ^_^

2 komentar untuk "Tips menulis Kumcer Ala Dian"

  1. wah bukunya banyak banget, itu karya mbak semua? kalo kendala saya cuma disemangat yang kadang menggebu kadang malas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah buku2 di blog ini karyaku:) Ayoooo semangat dong nulisnya:) caranya ikutan komunitas penulis, biar saling menyemangati, seperti FLP:)

      Hapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^