Resensi Buku Kekuatan Itu Bernama Ibu di Lampung Post

Alhamdulillah ada bukuku La Taias for Ummat, Kekuatan Itu Bernama Ibu diresensi apik oleh Mbk Fitri Restiana di Lampung Post. Terima kasih Mbk, semoga berkah bagi yang menulis resensi ini dan bagi yang membacanya. Penampakan menyusul ya. Yang mau baca ada epaper Lampung Post.



Bagi yang mau ngirim resensi ke Lampung Post caranya :  ketik sejumlah 4.000 karakter. 

Kirim ke email :    lampostminggu@yahoo.com  atau redaksilampost@yahoo.com




Resensi Buku La Taias for Ummat, Kekuatan Itu Bernama Ibu di Lampung Post 


Judul Buku   : La Taias for Ummahat : Kekuatan Itu Bernama Ibu
Penulis           : Naqiyyah Syam
Penerbit         : Kalil, Imprint PT Gramedia Pustaka Utama  
Tebal Buku    : 145 hlm
ISBN            : 978-602-03-0739-8
Tahun Terbit  : 2014

Resensi

Tentu ada alasan mengapa Rasulullah menyebut ‘Ibu’ tiga kali, baru kemudian ayah ketika seorang sahabat bertanya siapa yang harus didahulukan antara keduanya. Ya, karena ibu memiliki banyak tugas dan kewajiban yang amat sangat mulia. Melahirkan, mengandung, mendidik hingga akhir usia. Yang apabila dijalankan dengan ikhlas dan ridho, maka pintu surga akan terbuka lebar untuknya.

Seorang ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Tempat bertanya, mengeluh dan menumpahkan beragam bentuk perasaan. Bahkan tak jarang, rasa sesal, marah dan kecewa, juga tertuang pada ibu. 



Ummahat, begitu sebutan cantik dan menenangkan pada ibu.  Dengan tugas dan kewajiban yang luar biasa dari pagi hingga malam hari, ummahat sering terdiam dan menangis. Mungkin memang karena lelah, jenuh, merasa tak dimengerti dan berbagai alasan lainnya. Namun, banyak juga ummahat yang sangat menikmati peran ini. Bukan hanya karena sebagai kewajiban, tapi karena memahami bahwa banyak sekali amal di dalamnya. Di saat menemani anak-anak, melayani suami, membantu perekonomian keluarga, semua menjadi berkah jika dijalani atas niat ibadah.

Buku yang ditulis oleh Naqiyyah Syam, mantan ketua FLP Wilayah Lampung ini menguak sisi terdalam dari seorang ummahat. Bagaimana dia mulai  berjibaku sejak adzan subuh belum berkumandang sampai anak-anak sudah pulas dalam tidur malamnya. Tidak hanya mengerjakan pekerjaan rutin rumah tangga, tetapi juga mengajak buah hati bermain, belajar dengan metode sesuka anak dan menjadikan anak merasa nyaman di sisinya. Belum lagi jika ummahat terpaksa atau tidak untuk bekerja di luar rumah. Ini tentu menjadi sesuatu yang dilematis (hal 32)

Tidak berhenti pada anak dan suami, tapi juga terus sampai ke cucu. Seorang nenek yang menghabiskan sisa usia mengurus cucu tercinta karena anaknya berpisah adalah salah satu lagi bukti kekuatan seorang ummahat. Dia yang sedari muda sudah menjanda dan hidup dalam kekurangan, rela bekerja apa saja asalkan halal. Dengan susah payah dan tanpa mengeluh, dia lakoni sampai anak-anaknya dewasa dan menikah. Keikhlasan yang tak bisa diukur seberapa dalamnya (hal 53)

Ummahat harus kuat dan pintar, bahkan ketika sedang berada dalam posisi yang sangat sulit sekalipun, seperti mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dikisahkan bagaimana seorang perempuan berani melawan setelah sekian lama mendapat siksaan lahir dan batin dari suami, seorang lelaki yang dahulu dikenal soleh, santun dan baik budi. Pada awalnya, sang istri hanya diam menerima berbagai pukulan dan tendangan, hingga suatu saat dia memiliki keberanian untuk melawan dan berteriak. Hal itu menjadikan suaminya tak berani meneruskan siksaan (hal 106)

Pada kenyataannya, tidak semua ummahat adalah perempuan kuat. Ada yang memilih untuk diam dan terjebak dalam skenario kesedihan. Membiarkan dirinya terkungkung tanpa keinginan menambah pengetahuan.  Padahal, ummahat tetap bisa eksis di dalam maupun di luar rumah. Ketika memilih menjadi full-mother, dia harus tekun mengisi ruh dan pikirannya dengan berbagai ilmu. Di luar rumah, seorang ummahat dituntut cerdas mengatur waktu dan aktivitas agar kehidupan dalam rumah tangga tetap stabil bahkan kalau bisa lebih bersinar.

Lalu bagaimana ummahat bisa tetap eksis di segala situasi? Buku ini memaparkan serba-serbi kehidupan seorang ummahat. Dilematisnya memilih di berada di dalam atau di luar, menghadapi kesulitan ekomomi, suami yang tak bisa diajak kompromi dan berpenggal kisah menarik lainnya, seperti umahat yang berhasil berbisnis tanpa harus rutin kerja keluar rumah (hal 142)

Seorang ummahat tetaplah manusia biasa. Yang berusaha menjadi bijak dengan tetesan airmata. Berusaha menahan amarah dengan istighfar dan delikan mata. Jadi, ayo belajar menjadi ummahat pintar!

Alhamdulillah dimuat di Harian Umum Lampung Post. Minggu, 14  Juni 2015

Sumber : http://www.fitrirestiana.web.id/2015/09/ummahat-sang-perempuan-istimewa.html

Posting Komentar untuk "Resensi Buku Kekuatan Itu Bernama Ibu di Lampung Post"