Resensi Buku Kisah Pecah Kongsi (KPK) : Menelisik Eksotisme Bengkulu dan Kisah Persahabatan

Ini resensi buku yang tulis dan pertama kali dimuat di Koran Jakarta pada tanggal 29 April 2014. Kaget juga plus senang karena cepat banget dimuat. Aku kirim subuh, besok harinya dimuat. Wow, senang banget. Mana lumayan juga honornya hihihi *emak matre* mau ikutan ngirim ke Koran Jakarta? Syarat lengkapnya bisa dibaca di sini ya :)

Menelisik Eksotisme Bengkulu dan Kisah Persahabatan

Foto:
Memiliki sahabat adalah salah satu anugerah. Dia dapat meneguhkan saat duka dan berbagi tawa kala bahagia. Namun, persahabatan haruslah dibina dan dijaga agar tidak terjadi perpecahan. 

Novel Kisah Pecah Kongsi (KPK) ini menceritakan lima sahabat yang terjalin sejak SMP. Mereka terdiri dari dua cowok, yakni Restu, Raksa dan tiga cewek, yakni Eki, Fe, serta Anggira. 

Kelima sahabat ini saling mendukung dalam menggapai cita-cita, walau ada beda ambisi. Seperti saat di kelas sembilan SMP, Anggira berhasil masuk grand final kontes Ciknga dan Donga dalam ajang pemilihan putra dan putri Bengkulu. Semua sahabat mendukung dan hadir di acara bergengi tersebut.
Mereka tetap hadir walau dari Desa Curup ke Kota Bengkulu sangat jauh. Demi persahabatan, mereka berkumpul. Keempat sahabat mendukung Anggira hingga berhasil menjadi runner up Cikga Bengkulu, (halaman 67).

Seusai pemilihan, Anggira memilih pulang secara estafet bersama teman-temannya. Mereka menumpang sebuah mobil milik Om Anton. Di perjalanan antara Bengkulu dan Curup, mereka berhasil melihat bunga langka, khas Bengkulu, Rafflesia, yang tengah mekar. Di depan bunga ini mereka berikrar untuk menjaga persahabatan berlimanya.

“Kuntum-kuntum Rafflesia akan tetap mekar di hati…. Kapan pun dan di mana pun,” begitu mereka berjanji, (halaman 87). Namun, apa mau dikata, KPK pun terjadi. Setamat SMP, mereka berpisah. Fe melanjutkan sekolah ke Pesantren di Yogyakarta. Anggira yang terobsesi menjadi artis melanjutkan sekolah di Jakarta. Tinggallah Restu yang memilih aktif di Rohis. Raksa yang berwajah tampan dan Eki yang tomboi tetap tinggal di Bengkulu. 

Keretakan persahabatan bermula dari Eki yang kehilangan kaos olah raga. Restu tertuduh mencuri kaos tersebut sehingga terjadi perang dingin dengan Eki. Namun, lambat laun misteri kehilangan terungkap saat Eki mengalami kecelakaan fatal dan berujung pada kematian. Siapakah sebenarnya yang mencuri kaos olah raga Eki? 

Ini adalah novel remaja dengan seting daerah budaya Bengkulu. Tak hanya Rafflesia yang sudah terkenal sebagai ikon Bengkulu, tapi juga Curup, tempat bermukim para tokoh novel. Novel juga dilengkapi banyak puisi seperti dalam halaman 46, “Kenapa bergerimis karena aku terus berduka untuk menyemai bibit. Gerimis tak cukup mampu memberi tenaga menumbuhkan kecambah hati yang luruh. 

Di sini juga dikisahkan fenomena remaja masa sekarang. Ada yang bercita-cita menjadi artis, ada juga yang berjiwa sosial tinggi seperti Anggira. Dia rela membiayai sahabatnya menuju Jakarta untuk bersama-sama menemani Eki yang akan dioperasi. Sikap sosialnya antara lain terungkap dalam ungkapan Anggira, “Sekarang bukan saatnya membicarakan besar dan kecilnya materi, untung atau rugi. Eki membutuhkan kita”, (Halaman 130). 

Novel ini pantas direkomendasikan untuk remaja. Bacaan yang aman dan penuh renungan tentang persahabatan, cita-cita, dan sarana mengenal budaya Indonesia, terutama Bengkulu. Sayang, pada cover tidak dilengkapi foto berlatar Pantai Panjang atau bunga Rafflesia, ikon Bengkulu. 

 Diresensi Sri Rahayu, S1 Kehutanan Universitas Bengkulu


Judul Buku    : Kisah Pecah Kongsi (KPK)
Penulis        : Elzam Zami Cimot
Penerbit    : Citra Media Pustaka, Yogyakarta
Tebal        : 184 halaman
Cetakan    : I/ Februari 2014
ISBN         : 978-602-7729-93-3
Peresensi    : Sri Rahayu, S.Hut



contoh tulisan : http://koran-jakarta.com/?10962-menelisik+eksotisme+bengkulu+dan+kisah+persahabatan


Posting Komentar untuk "Resensi Buku Kisah Pecah Kongsi (KPK) : Menelisik Eksotisme Bengkulu dan Kisah Persahabatan"