Menghidupkan Gamolan dan Talo Balak: Dedikasi Erizal Barnawi Menjaga Musik Lampung
“Pak, kenapa sih kita harus belajar alat musik tradisional? Bukannya sekarang jamannya band sama keyboard elektronik?” tanya seorang remaja disebuah balai desa di Tulang Bawang Barat.
Erizal Barnawi tersenyum pelan. Ia meletakkan talo balak di pangkuannya, lalu menjawab pelan tetapi tegas, “Karena di suara alat musik ini, ada cerita tentang siapa kita. Kalau kita tidak memainkan suara kita sendiri, siapa yang akan melakukannya?”
Kalimat sederhana itu bukan hanya jawaban atas sebuah pertanyaan iseng remaja desa. Itulah inti dari perjalanan panjang Erizal Barnawi, S.Sn., M.Sn., seorang pendidik dan pelatih musik tradisional Lampung yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga denting warisan budaya agar tetap hidup, bukan di museum, tetapi di hati anak muda.
Lebih Dekat Kenal Sosok Erizal Barnawi
Lahir dan tumbuh di tengah tanah Lampung yang kaya ragam tradisi, Erizal sejak awal merasa bahwa kesenian bukan hanya soal pertunjukan. Ia adalah identitas. Namun ia sadar, tantangan zaman begitu kuat. Musik modern begitu mudah diakses, sementara gamolan, gambus, hadrah, atau talo balak perlahan tergeser dari ruang-ruang keluarga dan sekolah.
Di saat banyak yang mengeluh, Erizal memilih bergerak. Ia mulai dengan pelatihan kecil di sekolah-sekolah, lalu berkembang ke karang taruna, kelompok seni desa, hingga komunitas pelajar kota. Ia tidak sekadar mengajarkan cara memukul, memetik, atau menabuh. Ia mengajak anak-anak muda memahami makna di balik bunyi.
Pada sebuah sesi pelatihan hadrah, seorang peserta muda berkata,
“Pak, saya takut salah. Takut tidak bisa!” ujarnya sedih.
Erizal menepuk bahunya sambil tertawa kecil, “Yang penting kamu berani mencoba dulu. Musik itu bukan soal benar atau salah, tapi soal rasa. Ayo kita rasakan sama-sama.”
Dialog sederhana seperti ini menggambarkan pendekatan humanisnya: musik sebagai ruang tumbuh, bukan ruang menghakimi.
Program yang ia jalankan terus berkembang
1. Pelatihan Gamolan untuk guru-guru Kota Metro, agar musik tradisi masuk kembali ke kelas.
2. Penguatan Orkes Gambus di Batu Brak, Lampung Barat, agar seni dakwah tetap terjaga.
3. Pelestarian Talo Balak bersama pemuda Panaragan untuk mengiringi prosesi adat Lampung.
4. Pengembangan Hadrah Multikultural dengan menambahkan shalawat berbahasa Prancis sebagai bentuk kreatif dialog budaya.
Dari Gitar Ayah ke Panggung Dunia: Jejak Awal Sang Pemuda
Kecintaan itu tidak lahir tiba-tiba. Ia tumbuh pelan-pelan, seperti nada yang mencari tempatnya dalam sebuah lagu. Saat Erizal Barnawi berusia sekitar dua belas tahun, ayahnya memberikan sebuah gitar tunggal. Bukan gitar mahal. Bukan pula hadiah yang dibungkus megah. Hanya sebuah alat musik sederhana—tetapi di situlah takdir pelan-pelan berbisik.
Gitar itu menjadi teman pulangnya sepulang sekolah, menjadi suara kesunyian malam, dan menjadi bahasa yang ia gunakan sebelum ia mampu merangkai kalimat tentang dirinya sendiri. Dari memetik senar, ia belajar tentang kesabaran. Dari mencari harmoni, ia belajar tentang ketekunan.
Lalu perjalanannya tidak berhenti di situ. Bakatnya bertemu lingkungan yang tepat. Guru-guru seni, teman sepermainan, hingga komunitas sekolah menjadi ruang tumbuh. Ia tidak hanya mempelajari satu alat musik saja; jiwanya seperti terus mencari rumah baru dalam setiap bunyi.
Dari sanalah satu per satu instrumen Lampung menyapa dan mengikat hatinya: gambus yang lembut, gamolan yang hangat, serdam yang melankolis, kulintang yang ritmis, gindang yang tegas, hingga tawak-tawak yang memanggil jiwa tradisi. Ia tidak sekadar mempelajarinya—Barnawi merasakannya, hidup di dalamnya.
Yang bermula dari satu gitar sederhana, berubah menjadi perjalanan panjang yang kelak membawanya ke pentas-pentas besar, hingga akhirnya menggemakan kembali suara Lampung kepada dunia.
Pengakuan dari SATU Indonesia Awards (Astra)
Erizal Barnawi, M.Sn tercatat sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022 Tingkat Provinsi Lampung pada bidang Pendidikan, melalui program Pelatihan Alat Musik Tradisional Lampung. Penghargaan ini diberikan atas dedikasinya dalam menghidupkan kembali minat generasi muda terhadap alat musik tradisi seperti gamolan, talo balak, gambus, hingga hadrah, serta keberhasilannya membentuk ruang belajar yang inklusif dan berkelanjutan di sekolah, komunitas, dan desa. Melalui pendekatan yang hangat dan adaptif, Erizal tidak hanya mengajarkan teknik bermain musik, tetapi juga menanamkan rasa memiliki terhadap budaya Lampung, sehingga warisan musikal daerah tidak sekadar dipertontonkan, tetapi benar-benar kembali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak muda.
Pendekatan yang dilakukan Erizal tidak pernah kaku atau menggurui. Ia memahami bahwa zaman terus berubah, selera musik bergeser, dan anak muda hidup dalam arus digital yang cepat. Karena itu, ia tidak menolak modernitas. Sebaliknya, ia memadukan unsur tradisi dengan nuansa masa kini. Dari sinilah lahir gagasan yang ia sebut sebagai “denting tradisi, irama masa kini.”
Sebuah cara untuk menjaga budaya tetap hidup, tanpa menghalangi anak muda menjadi versi mereka sendiri.
Dampaknya terlihat nyata. Tidak hanya muncul kelompok-kelompok musik tradisional baru di berbagai daerah, tetapi juga tumbuh rasa bangga di hati generasi muda Lampung. Mereka tidak hanya memainkan alat musik—mereka sedang menyuarakan identitasnya.
Karena pada akhirnya, melestarikan budaya bukan soal mempertahankan benda atau ritual semata. Ini tentang menjaga cerita dan makna agar tidak hilang ditelan waktu.
Seperti yang selalu diyakini Erizal: “Selama masih ada yang memainkan gamolan, talo balak, dan gambus dengan hati, Lampung tidak akan pernah kehilangan suaranya.”
Perjalanan yang ditempuh Erizal Barnawi bukan hanya tentang melatih teknik bermain musik, tetapi tentang menuntun generasi muda kembali mengenal dirinya melalui suara tradisi. Dengan komitmen yang konsisten, ia menunjukkan bahwa budaya tidak akan pernah kehilangan relevansinya selama ada yang merawat dan menghidupkannya. Melalui langkah-langkah sederhana namun berdampak luas, ia mengajak kita untuk kembali ‘mendengar’ suara tanah sendirii suara yang membentuk, menyatukan, dan menguatkan.
Sumber :
Sumber :
https://www.kompasiana.com/theresiamega/68f60799ed64156eb34fdbb2/erizal-barnawi-irama-yang-menghidupkan-kembali-musik-tradisional-lampung
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/10/13/denting-tradisi-irama-masa-kini-perjalanan-erizal-barnawi-dari-lampung

.png)
Posting Komentar untuk "Menghidupkan Gamolan dan Talo Balak: Dedikasi Erizal Barnawi Menjaga Musik Lampung"
Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^