Saya
tak habis pikir mengapa Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Nafsiah Mboi,
SpA, MPH membagi-bagikan kondom secara
gratis. Alasan untuk mengurangi penularan virus HIV melalui perilaku seks
beresiko tidaklah masuk akal. Mengapa membagikan kondom? Seolah-olah ingin
mengatakan, “Boleh berzina (berhubungan badan), asal pakai kondom! Dijamin
bebas virus HIV!” Ooh dangkal sekali pemikiran itu.

Taukah
Anda, penderita HIV-AIDS setiap tahunnya meningkat tajam. Dari sumber Dirjen PP
dan PL kemenkes RI 6 September 2013 terhimpun penderita HIV dilaporkan sampai Juni
2013 sebanyak 108.600 orang dan penderita AIDS sebanyak sebanyak 43.667 orang.
Penularan AIDS paling banyak terjadi karena hubungan sek beresiko pada
heteroseksual (45,6%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun
(10,6%), dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (10,3%). Sedangkan pada kasus AIDS
terjangkit karena hubungan seks berisiko pada heteroseksual (78,4%), penggunaan
jarum suntik tidak steril pada penasun (14,1%), dari ibu positif HIV ke anak
(4,1%) dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (2,5%).
Nah,
coba kita cerna data-data di atas. Penularan virus HIV-AIDS terjadi tajam
karena hubungan seksual secara heteroseksual, bukan dengan setia pada pasangan.
Lalu, sangat disayangkan penderita ODHA (Orang
dengan HIV-AIDS) adalah yang berusia produktif, yakni usia 20-29 tahun
sebanyak 15305 orang.
Para
ODHA berusia produktif itu kebanyakan terjangkit karena gonta-ganti pasangan
dalam hubungan sex diluar nikah. Ada juga melakukan aborsi tidak aman,
penggunaan jarum suntik tidak steril, pelacuran dan lainnya.
Jika
program Mentri Kesehatan RI bagi-bagi kondom untuk mengerem laju HIV-AIDS
tidaklah relevan dengan budaya timur Indonesia. Berbeda jika itu dikampanyekan
di dunia barat. Apalagi dibagikan di kampus untuk mahasiswa dan pelajar. Ironis
sekali. Bagi yang belum tahu penggunaan kondom akan penasaran bagaimana sensasi penggunaanya. Jangankan ada program
bagi-bagi kondom, tanpa itu saja laju seksual anak muda yang sudah tidak
perawan sudah meningkat tajam. Catat, tidak perawan lagi. Mereka sudah bebas
melakukan sex di luar nikah. Saya sangat menyayangkan program mentri kesehatan
ini lolos menjadi program nasional. Apakah generasi kita ingin di bodohi dengan
silakan berzina tapi awas jangan hamil!
 |
bagi kondom di kampus |
 |
bis bagi-bagi kondom |
Cobalah berpikir lebih cerdas, usia pernikahan
sekarang semakin naik. Usia ideal direm
oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN). Usia ideal menurut
BKKBN adalah usia 20-21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.
Sedangkan, kebutuhan seksual rata-rata terjadi di usia remaja ketika mengalami
puberitas. Bahkan beberapa kasus terjadi puberitas terjadi pada anak SD. Jadikan
Berita perkosaan yang dilakukan 5 siswa murid kelas IV dan V SD Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi
selatan memperkosa teman sekelasnya jadilah sebagai pelajaran bagi kita
(Sindonews.com, 2/4/2013). Artinya,
kebutuhan dasar saat ini adalah pendidikan seksual yang tepat sasaran dan sistematis.
Bukan seperti membagikan kondom di areal kampus.
 |
Usia pernikahan ideal menurut BKKBN, perempuan 21 tahun, laki-laki 25 tahun
|
Saya
sarankan Mentri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH
bekerjasama dengan Rukun Tetangga (RT) melakukan sekolah Pra nikah. Para remaja
di sekitar lingkungan diberi ilmu pengetahuan mengenai alat reproduksi dan
tanggungjawabnya. Sedangkan pada anak usia SD, sebaiknya kerjasama dengan pihak
sekolah melakukan pelatihan secara berkala mengenalkan aku dan diriku, sebab
dan akibatnya terhadap sentuhan orang asing pada dirinya. Hal ini lebih efektif
untuk mengurangi laju penyebaran HIV-AIDS. Apalagi diimbangi dengan pendekatan
agama. Agama apapun tidak ada yang mengajurkan sek bebas. Untuk itu, mari tolak
Pekan Kondom Nasional, selamatkan generasi dari zina massal.
 |
Siapkan generasi yang berakhlak mulia |
 |
Mengenalkan keluarga inti |
 |
otak akan kotor kalo banyak pengaruh jelek |
 |
selamatkan generasi |
Tulisan ini dimuat di Surat Pembaca Lampung Post, 5 Desember 2013.