ANAK PERUSAHAAN PLN UNTUK ENERGI BERSIH DAN HIJAU


Apa reaksi Anda ketika listrik di rumah Anda padam? Jengkel, kesal, mengomel, dan tak jarang sumpah serapah pun keluar. Begitu kira-kira reaksi kita ketika listrik di rumah kita padam. Jika hanya sesekali atau jarang terjadi mungkin tidak akan terlalu bermasalah, tapi kalau sudah terlalu sering ini tentu meresahkan. Celakanya, pemadaman bergilir ini sering kita alami. Ini bukan berita mengada-ada atau kita harus gooling data untuk menemukan benar-tidak faktanya? Hehe..  Saya dan kebanyakan kita mungkin sering mengalami.

 Sebelum pindah ke Padang (sekira April-Mei 2014) lalu, kami di Lampung mengalami pemadaman bergilir yang menjengkelkan. Pun di awal-awal kami pindah ke Padang, sekira bulan Juli, kami juga disambut dengan pemadaman bergilir. Untuk itu saya akan berbagi ide untuk PLN melalui ajang lomba blog ini.

Salah satu persoalan klise yang sering dikeluhkan PLN terkait pemadaman listrik ini adalah karena kurangnya pasokan energi listrik. Yang paling terasa ketika musim kemarau tiba. Di saat itu pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mengalami penyusutan, atau bahkan terhenti supply-nya. Seperti pembangkit Batutegi di Lampung, setiap kemarau bisa dipastikan air bendungan menyusut dan tidak mampu menyuoplai air untuk pembangkit listrik. Di waduk-waduk PLTA yang lain sepertinya tak kasusnya tak jauh beda. Penggundulan hutan secara membabi buta belakangan ini disinyalir menjadi penyebab sedimentasi dan kemampuan menyimpan air waduk-waduk kita.


Konsumsi listrik kita secara nasional memang terus meningkat. di satu sisi ini pertanda baik karena berarti aktifitas ekonomi tumbuh di tengah masyarakat [1]. Namun disisi lain, hal ini tentu mengharuskan para pemangku kepentingan--terutama PLN yang diberi mandat oleh negara untuk menyeleggarakan pelayanan umum di bidang kelistrikan--untuk bekerja lebih keras dan kreatif untuk menghasilkan energi listrik dalam jumlah cukup.

Berdasarkan data rasio eletrifikasi yang dipublikasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kita akan tahu bahwa ternyata masih banyak penduduk di Republik ini yang belum menikmati listrik. Rasio eletrifikasi menandakan tingkat perbandingan jumlah penduduk yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di suatu wilayah atau negara.

Dari data yang dipublikasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut, dari 33 provinsi se-Indonesia, baru 14 provinsi yang rasio elektrifikasi-nya di atas 60 % [2]. Provinsi tersebut adalah NAD (76,98%), Sumut (69,68%), Sumbar (69,37%), Babel (72,88%), Banten (63,90%), Jakarta (100%), Jabar (67,40%), Jateng (71,24%), DIY (84,48%), Jatim (71,55%), Bali (74,98%), Kaltim (68,56%), Kalsel (72,29%), dan Sulut (66,87%).

Sementara itu, 14 provinsi lainnya memiliki rasio elektrifikasi 41-60%. Provinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah Riau dan Kepri (55,84%), Jambi (51,41%), Bengkulu (51,46%), Lampung (48,82%), Sumsel (50,30%), Kalbar (45,83%), Kalteng (45,22%), Gorontalo (49,79%), Sulteng (48,30%), Sulbar, Sulsel (55,20%), Maluku (54,51%), dan Malut (49,44%).

Sisanya, yaitu sebanyak 5 provinsi, masih memiliki rasio elektrifikasi 20-40%. Kelima provinsi tersebut yaitu NTB (32,51%), NTT (24,55%), Sultra (38,09%), serta Papua dan Irian Jaya Barat (32,35 %). Ini artinya apa? Masih banyak kerja besar yang harus dikejar oleh para pemangku kepentingan untuk mewujudkan rasio eletrifikasi 100 persen [3].

Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, setidaknya dibutuhkan tambahan kapasitas 5.700-6.000 megawatt per tahu untuk mengejar ketertinggalan rasio yang baru berkisar 60 % ini [4].

Selama ini energi listrik umumnya dihasilkan dari beberapa sumber energi konvensional seperti dari bahan bakar minyak/Pembangkit Listrik tenaga Diesel (PLTD), dari batu bara/ Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dari kincir air bendungan besar/ Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dari bahan bakar gas/ Pembangkit istrik Tenaga Gas (PLTG), dan  dari sumber panas bumi/ Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi(PLTPB).

Sebagai orang awam soal kelistrikan, yang saya tahu, investasi untuk menyediakan pembangkit-pembangkit tersebut tentu sangat besar. Tentunya karena disebabkan kapasitas listrik yang dihasilkan juga besar. Maka keterlibatan swasta pun dibuka. Belakangan yang gencar dipromosikan ke investor adalah energi panas bumi. Konon kabarnya Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar nomor dua sedunia. Tapi sekali lagi, investasi ke untuk eksplorasi panas bumi memerlukan dana yang yang tidak sedikit. Investasi untuk mengekplorasi panas bumi menjadi listrik ini kenyataannya belum banyak yang terealisasi karena berbagai persoalan, terutama menyangkut ruwetnya perizinan, lokasi yang di tengah hutan konservasi, dan berbagai persoalan lain.

Dari kajian liteatur dan googling sana sini, saya setuju bahwa salah satu alternatif energi terbarukan yang murah dan layak diseriuskan untuk dikembangkan adalah Pembangkit Listrik Berbasis Biomassa/ Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati [5].

Biomassa yang paling banyak tersedia dan harus dimanfaatkan adalah limbah, baik itu limbah industri maupun limbah rumah tangga, yaitu berupa sampah organik. Teknologi aplikasi yang telah tersedia untuk keperluan tersebut adalah melalui proses fermentasi biomassa hingga menghasilkan biogas (metana) yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah untuk membangkitan generator listrik.

Gambar Proses pengolahan limbah cair kelapa sawit
memproduksi gas metana untuk konversi
menjadi listrik dan produk lainnya.

Sumber : http://mca-indonesia.go.id/wp-content/uploads/2013/12/Factsheet_GP_POME_ID.pdf


Belakangan berbagai riset dan uji coba terhadap aplikasi teknologi pemanfaatan biomassa untuk energi listrik ini telah dilakukan berbagai pihak. Kementerian ESDM, baru-baru ini (16 September 2014) meresmikan keberhasilannya mengembangkan energi listrik dari limbah sawit di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau [6].  Proyek percontohan (pilot project) PLT Biogas ini  mempunyai kapasitas terpasang sebesar 1 MW yang digunakan untuk mengalirkan listrik kepada 1.050 keluarga. Kelebihan PLT Biogas berbasis limbah cair sawit antara lain, siap beroperasi secara stabil selama 24 jam, tidak dipengaruhi faktor cuaca, ramah lingkungan, serta listrik yang dihasilkan relatif murah dibandingkan dengan pembangkit listrik berbasis BBM (genset diesel atau PLTD). Proyek percontohan ini berhasil atas kerjasama Kementerian ESDM, Pemerintah Kabuoaten Rokan Hulu dan Perusahaan kelapa sawit yaitu PT Arya Rama Prakarsa.

Sebelumya Kementerian Riset dan Teknologi juga sudah merintis percontohan pemanfaatan biomassa dari kotoran manusia (tinja) di beberapa pondok pesantren [7]. Bahkan PLN sendiri pada Juli lalu telah meresmikan proyek rintisan pembangkit listrik tenaga biomassa dari limbah tongkol jagung di Gorontalo [8].

Dari berbagai informasi yang dihimpun dari berbagai artikel di atas, ada beberapa hal yang menurut saya hal ini makin meyakinkan bahwa energi biomassa ini adalah energi masa depan yang sangat luar biasa potensial dan “WAJIB” diseriusi untuk dikelola PLN:
1.    Potensi biomassa kita besar: dari kotoran manusia, ternak, sampah kota, limbah agro industri (dari indutri kelapa sawit, tapioka, karet dll). Potensi yang luar biasa dan bisa tersdia terus menerus ini tentu merupakan potensi yang tak boleh disia-siakan pemanfaatannya untuk hal strategis dan berguna yaitu energi listrik.

2.    Dari bebagai uji coba yang telah dilakukan, ternyata biaya produksi energi listrik dari biomassa lebih kompetitif. Jauh lebih murah dibandingkan produksi menggunakan bahan bakar minyak. Hasil uji coba PLN Gorontalo yang menggunakan biomassa dari tongkol jagung di atas menunjukkan bahwa Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik di Gorontalo jika menggunakan PLTB Tongkol Jagung dapat ditekan menjadi Rp. 1.058/kWh, sedangkan jika menggunakan BBM BPP-nya mencapai Rp. 2.900/kWh.

3.    Pemanfaatan biomassa sebagai energi melalui sangat ramah lingkungan dan akan sangat membantu pengurangan gas metan yang terbuang ke udara. Gas metan disinyair memiliki kontribusi besar untuk membentuk rumah kaca di lapisan atmosfer sehingga memicu pemanasan global. Dengan memanfaatkan metana yang terbentuk dari proses dalam intalasi biogas dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar, maka potensi pelepasan gas metana ke udara menjadi terduksi.

4.    Pemanfaatan biomassa menjadi energi listrik mungkin saja tidak bisa menghasilkan energi cukup besar, tapi karena sifatnya yang bisa dilakukan secara menyebar sesuai konsentrasi penduduk pengguna, justru ini menjadi kelebihan tersendiri. Hal ini membuat investasi yang ditanam bisa sedikit demi sedikit tapi menyebar. Saya membayangkan misalnya jika dibangun degister-degister biomassa berbasis bahan baku tinja saja, berapa banyak pembangkit listrik yang sustainable bisa dibangun di kompleks-komples perumahan perkotaan maupun di kawasan perdesaan. Bukankah ini potensi kemandirian energi yang sudah ada di depan mata?

Berdasarkan fakta-fakta tersebut saya berpendapat bahwa sudah selayaknya PLN menyeriusi potensi ini dengan “turun gunung” secara langsung meng-handle potensi yang ada dengan membentuk anak perusahaan baru yang fokus mengeksplorasi energi biomassa dan energi terbarukan lainnya. Apalagi jika melihat rasio eletrifikasi yang masih di bawah 60 %, rasanya PLN seharusnya segera bergegas “menjemput” potensi ini. Yang saya tahu kegiatan pemanfaatan biomassa ini oleh PLN baru digarap dalam skala CSR (Corporate Social Responbility). Model-model percontohan skala komersial seperti yang dilakukan Kenmeterian ESDM yang bekerjasama dengan pemerintah daerah dan perusahaan kelapa sawit sebagaimana telah disinggung di atas adalah contoh yang bisa dijadikan model oleh PLN.

Sekali lagi potensi yang melimpah dari sampah kota, tinja, kotoran hewan, dan limbah industri, adalah potensi nyata di depan mata. Saya kira langkah ini penting mengingat energi fosil dan gas di masa mendatang ada akhirnya. Sedangkan energi bomassa adalah energi yang selalu terbarukan selama masih ada kehidupan di muka bumi. Jika PLN start dari sekarang tentu akan menjadi pelopor terdepan dalam pemanfaatan biomassa untuk kepentingan energi listrik yang lebih bersih dan hijau. Melalui lomba ini blog ini, besar harapan saya PLN mampu mewujudkan ide saya dan PLN semakin ramah lingkungan. Selamat Hari Listrik Nasional yang ke-69!


Catatan Kaki/ Sumber Referensi : 

[1] (http://www.pln.co.id/blog/pemakaian-listrik-tumbuh-signifikan-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-menggembirakan/).
[2]. (http://www.esdm.go.id/berita/39-listrik/2719-rasio-elektrifikasi-14-provinsi-diatas-60.html).
[3]. (http://tofanhakim.wordpress.com/2010/01/13/mengejar-rasio-elektrifikasi-100/).
[4]. Padang Ekspres, 13 Oktober 2014.
[5]. (http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-biomassa.html).
[6]. (http://bisnis.liputan6.com/read/2105888/pembangkit-listrik-bertenaga-limbah-sawit-ada-di-desa-ini).
[7]. (http://www.antaranews.com/berita/451623/kotoran-manusia-jadi-biogas-listrik).
[8]. (http://www.pln.co.id/blog/menteri-bumn-dahlan-iskan-resmikan-plt-biomassa-tongkang-jagung-pertama-di-indonesia/).




Tulisan ini diikutkan Lomba Blog PLN

8 komentar untuk " ANAK PERUSAHAAN PLN UNTUK ENERGI BERSIH DAN HIJAU"

  1. betul... potensi energi begitu banyak ya, hrs dmanfaatin...

    BalasHapus
  2. Wooow Mbak.. artikelnya.lengkap banget ...idenya kereeen..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih kunjungannya Mak, semoga kepake ntar idenya ama PLN ya :)

      Hapus
  3. wah.. idenya emang keren... selain listrik, peternak juga bisa sejahtera nih :D

    sukses ya mak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mak, semoga rezeki menang hehhe, amin :)

      Hapus
  4. Wah sangat keren idenya.. jadi pengen belajar nulis kayak artikelnya mbak.. :)

    BalasHapus
  5. Aih keren, Mbak! Dulu pernah baca ada peternak sapi yang berhasil memanfaatkan segala kotoran sapi untuk pengadaan listrik di lingkungannya. Pernah denger juga kalo sekarang modelnya PLN membeli listrik dari pengusaha-pengusaha kecil macem ini. Lesson learned, kalo melihara sapi, diseriusin, jadi gak cuma dapet dari hasil penjualan sapi, tapi juga sekaligus bisa jual listrik ke PLN... Loh? hihihi... *masih perlu diriset lebih dalam :p
    Good luck, Mbak :)

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^