Ketika awal menikah, aku sudah
diminta suamiku untuk di rumah saja, biarkan saja suami yang bekerja. Saat itu
aku belum sarjana. Kami menikah ketika aku belum wisuda dan suami baru saja
satu bulan menjadi sarjana. Kami memulai rumah tangga dari nol. Suami masih
merintis usahanya, menjual ikan betutu atau disebut ikan malas.
Tiap hari, suamiku akan
mengumpulkan ikan dari nelayan. Ikan tersebut dikumpulkan dalam bak besar.
Setelah terkumpul cukup banyak, ikan tersebut dikemas dan dikirim melalui
pesawat ke Jakarta. Tak lama, bisnis kami mulai berkembang, suami mempunyai
investor seorang Cina-Malaysia. Ia menanamkan modal ditambak ikan betutu kami.
Lambat laun, bisnis berkembang pesat. Kami dapat mengumpulkan uang untuk DP
mobil. Sayang, dua bulan menjelang panen, ikan tersebut mati karena diterjang
limbah pabrik tapioka. Gagal panen, gagal punya mobil.
Tahun berikutnya, kami memulai
bisnis ikan mas. Dibeli dari Cirata. Ikan satu truk kami pindahkan ke kolam
ikan yang kami buat. Sayang, belum ada pengalaman mengurus ikan mas, apalagi
kami baru saja membuat sumur bor, ikan tersebut banyak mati. Hasilnya rugi
besar. Hutang mulai menumpuk.