Pada 1.000 hari pertama kehidupan mulai dari dalam kandungan hingga usia dua tahun tubuh dan otak anak sedang berkembang paling pesat. Masa ini sering disebut sebagai periode emas, ketika setiap nutrisi, sentuhan kasih, dan stimulasi sederhana memiliki pengaruh besar bagi masa depan mereka. Jika kebutuhan anak terpenuhi dengan baik, mereka tumbuh lebih sehat, lebih kuat, dan memiliki pondasi kecerdasan yang lebih kokoh. Namun, bila diabaikan, dampaknya bisa menetap hingga dewasa dan sulit diperbaiki. Maka merawat anak di periode ini ibarat menanam benih yang baik pada tanah yang subur, hasilnya akan terlihat bertahun-tahun kemudian dalam bentuk generasi yang tumbuh penuh potensi.
.png)
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat bahwa 21,6% balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini paling tinggi pada anak usia 12–23 bulan, masa ketika seharusnya mereka mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, cukup, dan bergizi seimbang. Namun kenyataannya, banyak keluarga yang belum mengetahui bahwa pemberian MP-ASI yang baik memegang peran penting dalam mencegah stunting.
Dampak stunting pun tidak berhenti pada masa kanak-kanak. Ketika dewasa, anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi terkena penyakit metabolik seperti obesitas, diabetes, hingga tekanan darah tinggi. Dari sisi kemampuan kognitif, penelitian menunjukkan adanya penurunan kecerdasan yang dapat mempengaruhi produktivitas, dan pada tingkat nasional menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
Jejak Pengabdian Abdi Setiawan: Upaya Melindungi Generasi Papua dari Stunting
Pada tahun 2017, Abdi Setiawan masih menjadi mahasiswa Keperawatan di Universitas Pelita Harapan, Jakarta. Sebagai bagian dari praktik lapangan, ia ditempatkan di Distrik Mamit, Tolikara, Papua—sebuah wilayah yang jauh dari pusat kota, dengan akses kesehatan yang sangat terbatas.
Selama sembilan bulan tinggal di sana, Abdi menyaksikan sesuatu yang mengubah jalan hidupnya. Ia melihat seorang ibu hamil harus ditandu selama berjam-jam menuju klinik karena tidak ada transportasi memadai. Sayangnya, bayi dalam kandungannya tidak terselamatkan. Peristiwa itu meninggalkan luka sekaligus tekad di hati Abdi.
Tahun 2019, setelah resmi menjadi perawat dan bekerja di Siloam, Abdi kembali lagi ke Mamit. Namun kali ini ia datang bukan sebagai mahasiswa yang belajar, melainkan sebagai tenaga kesehatan yang siap mengabdi. Ia tidak sendiri—istrinya, Denti, ikut mendampingi langkah pengabdian itu.
Di pedalaman Papua, Abdi beserta rekan perawat dan seorang dokter menghadapi tantangan yang besar: masalah gizi yang mengancam tumbuh kembang anak. Beberapa tradisi setempat melarang ibu hamil mengonsumsi daging merah atau ayam, sehingga asupan protein sangat terbatas. Akibatnya, banyak anak menunjukkan tanda-tanda gizi kurang yang berpotensi mengarah pada stunting.
Abdi sadar, perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam. Namun melalui edukasi, dukungan nutrisi, dan pendekatan hati ke hati, ia dan tim terus berupaya menyalakan harapan bagi generasi kecil di sana. Sebab setiap anak, di mana pun ia lahir, berhak tumbuh sehat dan kuat.
Mereka kemudian memulai program dukungan gizi untuk mencegah stunting, bekerja sama dengan PT Matahari selaku donatur, serta mendapat dukungan Siloam Hospitals. Meski pencegahan stunting bukan tugas utama mereka, rasa peduli membuat Abdi dan tim terus bergerak, mengajak masyarakat memahami pentingnya nutrisi anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Hasil yang Terlihat dan Harapan yang Terus Menyala
Perubahan tidak selalu datang cepat. Namun pada tahun keempat program berjalan, hasilnya mulai tampak. Anak-anak yang sebelumnya kekurangan nutrisi menunjukkan perkembangan lebih baik. Ibu-ibu hamil yang dulu banyak melahirkan bayi dengan berat badan rendah kini semakin jarang mengalami kondisi tersebut.
“Kalau ditanya tantangannya, salah satunya akses dan literasi di pedalaman Papua,” ujar Abdi pelan.
“Iya, masyarakat tinggal di wilayah yang sangat terpencil. Untuk sampai ke satu kampung saja kadang harus jalan berjam-jam,” lanjutnya.
Untuk menyampaikan edukasi mengenai stunting, Abdi dan rekan-rekannya perlu menyesuaikan cara pendekatan dengan budaya setempat. Mereka menggunakan bahasa yang sederhana, bahkan melibatkan penerjemah, karena tidak semua warga fasih berbahasa Indonesia. Tujuannya satu: agar setiap pesan dapat diterima tanpa rasa menggurui.
Edukasi juga dilakukan melalui gereja dan para pendeta setempat. Salah satu kebiasaan yang cukup berpengaruh adalah larangan ibu hamil mengonsumsi daging. Bersama tokoh agama, Abdi membantu memberikan penjelasan bahwa protein hewani justru penting bagi perkembangan janin, dan boleh dikonsumsi selama kehamilan.
Selain soal gizi, Abdi dan tim juga melihat persoalan sanitasi. Banyak warga belum terbiasa menggunakan toilet dan masih memilih ke hutan untuk buang air. Padahal, kebiasaan tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit yang berdampak pada kesehatan anak dan ibu.
Maka, selain menyediakan akses air bersih dan toilet, mereka juga melakukan edukasi berkelanjutan tentang pentingnya sanitasi dan perilaku hidup bersih. Tidak hanya memberikan fasilitas, tetapi juga membangun pemahaman—perlahan, dengan kesabaran.
Bagi Abdi, perubahan tidak hanya tentang memberi bantuan, melainkan menemani masyarakat untuk tumbuh bersama menuju kehidupan yang lebih sehat dan layak.
 Perjalanan ini tidak mudah. Dukungan donasi, sponsor, hingga kebersamaan masyarakat menjadi bagian dari perjuangan.
Pada tahun 2021, jerih payah Abdi dan tim diapresiasi melalui SATU Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk, penghargaan yang layak diberikan untuk kerja nyata yang dilakukan dengan hati.
Menginspirasi Kita untuk Bergerak Bersama
Kisah Abdi Setiawan adalah pengingat bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari langkah kecil, dari hati yang tergerak untuk peduli. Stunting bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi persoalan masa depan bangsa. Dan masa depan itu, sejatinya, ada pada anak-anak kita.
Kita semua memiliki peran, sekecil apa pun kontribusi itu. Sebab seperti yang ditunjukkan Abdi, kepedulian yang dijalankan bersama dapat menjadi cahaya bagi kehidupan banyak orang.
Sumber :
https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2023/artikel/4033/?utm_source=chatgpt.com
https://lampung.idntimes.com/life/inspiration/cegah-stunting-jadi-lentera-abdi-setiawan-melayani-di-pedalaman-papua-00-jx8f8-c09vgp?utm_source=chatgpt.com
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/10/16/perjalanan-abdi-setiawan-menoreh-jejak-inspirasi-dalam-pencegahan-stunting-di-siloam-papua?utm_source=chatgpt.com
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/10/16/perjalanan-abdi-setiawan-menoreh-jejak-inspirasi-dalam-pencegahan-stunting-di-siloam-papua?utm_source=chatgpt.com
Posting Komentar untuk "Abdi Setiawan: Cahaya Harapan dari Pedalaman Papua untuk Cegah Stunting"
Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^