Sejuta Kenangan Bersama Ayah



-->Nasyid apa yang paling berkesan bagimu?
Aku akan langsung menjawab, Nasyid Kenangan Bersama Ayah dari tim nasyid Saudara Persaudaraan!
Mengapa?
Ya, karena nasyid itu begitu istimewa! Menceritakan kenangan seorang anak pada ayahnya! Sampai-sampai aku harus me-request nasyid ini dan mewanti-wanti kepada manejer-nya, ketika walimahanku!
Ya, pas walimahanku, aku sengaja me-list nasyid ini untuk didendangkan di hari bersejarahku!
Dulu, ketika kecil, ketika awal-awal kehilangan ayah yang meninggal di tahun 1991, aku sampai hapal lagi berjudul Ayah dan not lagunya di piano! Ah, sosok ayah benar-benar menjadikanku tegar!
Tak cuma aku! Keempat kakakku lainnya yang semua perempuan juga menjadikan sosok ayah sebagai pedoman mencari pendamping! Figur ayah menjadi sangat penting membentuk kepribadian kami! Sungguh, tanpa pribadi ayah mungkin kami semua akan goyah, karena ayah begitu istimewa di hati kami!
Sejak SMA aku membuat daftar list sifat yang harus dimiliki pendampingku kelak, salah satunya harus memiliki sifat seperti ayah, apa itu?
Suka politik, rajin ibadah, suka organisasi dan tidak merokok (ayah berhenti di hari tuanya).
Syukurlah suamiku sekarang memiliki beberapa sifat seperti ayahku.
* * *
Ayahku cakep, pintar, jago masak, penyayang, dan lain sebagainya.
My father Is best lah!
La iyalah muji ayahnya sendiri! Hehehe...
Sungguh beruntung aku mengenal lelaki seperti ayahku. Ya, walau masa kecilku sangat sebentar bersama ayah.
Sejak aku SD kelas 3 ayah bertugas di Argamakmur, Bengkulu Utara. Hanya Jumat-Minggu ayah ke Kota Bengkulu. Aku dan ketiga kakakku tinggal di rumah Bengkulu, sedangkan ibu menemani ayah bertugas di Argamakmur. Ayah berdinas di kantor Perindustrian.
Ayah sangat menghargai waktu berkumpul! Hari-hari week end benar-benar istimewa. Ayah akan mengajak kami sekeluarga makan di luar atau piknik beramai-ramai bersama keluarga.
Mobil BW Kodok kami penuh, bertumpuk, seperti susun dencis (ikan sarden), kebayangkan padatnya kan?
Jangan salah yang ikut bukan hanya kami anak-beranak, tapi juga sepupu, Andung (ibu ayahku) juga beberapa kakak angkatku. Jadilah mobil kecil kami itu di gelar tikar di dalamnya. Kami terbiasa duduk dengan berpangkuan agar semua dapat ikut jalan-jalan. Seru ya?
Rumahku seperti Naga
Dulu aku sering sekali iri melihat rumah temanku besar, bagus dan megah! Padahal pekerjaan ayahnya sama-sama PNS seperti ayahku. Bahkan ayahku punya jabatan di kantornya. Ayah menjadi Kakandep Peridustrian Bengkulu Utara.
Tapi kok rumah teman-temanku bagus-bagus ya? Berkeramik, kendaraan banyak, pakaian gonta-ganti, jauh berbeda dengan keluargaku!
Kenapa?
Setelah dewasa aku baru dapat mencerna! Sejak kecil, rumahku terbiasa banyak orang! Ayahku yang anak tua dari 8 bersaudara memiliki tanggungan menjadi kepala keluarga. Nah ayahku memiliki tanggungjawab yang tinggi terhadap pendidikan adik-adiknya. Semua adik lelaki ayah tinggal di rumah dan di sekolahkan.
Tak cuma adik kandung ayah, tapi juga saudara sepupunya, saudara satu kakek bahkan orang yang hanya kenal gara-gara pernah menjadi tetangga saja numpang tinggal di rumah kami.
Jadilah rumah kami seperti naga! Panjang ke belakang! Sambung menyambung seperti ekor naga! Hehe... Tak rapi seperti rumah temanku yang bangunan tersusun rapi. Punya denah atau dibuat kerangka dari seorang arsitektur.
Rumahku bagaimana mau rapi? Jika setiap orang baru yang tinggal di rumah, maka kami akan tambah kamar, datang lagi yang lain, tambah kamar. Ruangan keluarga pun di sekat dengan triplek dan berbagi kasur.
Sering juga yang laki-laki hanya tidur di ruang tamu. Maka tak heran jika jadwal makan tiba, rumahku seperti orang hajatan! Menggelar tikar, makan lesehan dan makan serentak dari yang tua sampai anak-anak.
Ibu terbiasa memasak sayur dengan jumlah yang banyak! Walau lebih banyak kuahnya dari pada ikannya tapi yang penting makan bersama hehehe
Derwawan
Jika ditanya berapa si gaji ayahku?
Tuing-tuing aku tidak tahu pasti! Apalagi kala itu aku masih kecil. Tapi dari cerita ibu kala itu, jika pulang gajian ayah selalu pulang dengan gaji yang tak lengkap! Aih, raib ke mana?
Ternyata ayahku selalu membagikan pada beberapa karyawan di kantornya. Ada yang pinjam uang karena anaknya sakit, ada juga yang cuma-cuma ayah berikan. Tapi alhamdulillah, ada saja rezeki yang kami dapat. Mungkin juga keberkahan itu karena ayah mudah berbagi.
Aku semakin yakin ayahku rajin memberi, ketika ayah meninggal, banyak sekali pelayat yang datang. Satu per satu bercerita tentang keramahan dan kemurahan ayah berbagi. Apalagi soal pinjam uang.

Jago beberapa bahasa daerah
Kenaikan kelas 6 SD aku pindah sekolah, dari sekolah di Kota Bengkulu, aku pindah ke di SD Argamakmur, Bengkulu Utara.
“Agar lebih dekat dengan ayah!” begitu alasan ibu.
Nyatanya aku memang semakin dekat dengan ayah. Hampir setiap Hari Minggu aku ke pasar dengan Ayahku.
Beliau tidak malu berbelanja, berbeda dengan lelaki kebanyakkan. Mereka berfikir belanja hanya urusan perempuan, lelaki tugasnya mencari uang.
Tidak dengan ayahku. Karena sudah terbiasa kos di Jogya tempat beliau sekolah dulu, ayah senang berbelanja sayuran.
Jika belanja dengan ayah selalu dapat harga murah. Jelas saja dapat diskon, abis ayah pintar sekali menawar harga!
Kok bisa? Ayahku menguasai berbagai bahasa daerah, seperti Jawa, Sunda, Rejang, Padang, Talo (Bengkulu Selatan) dan sedikit Bahasa Inggris dan Belanda.
Nah, ketika bertemu dengan pedagang asal dari Padang, maka ayah akan berdialog dengan logat Minang Kabau, ketika bertemu pedagang asal Jawa, ayahku berdialek Jawa.
Huah.... tentu saja hasilnya harga diturunkan karena pedagang menduga ayah satu asal daerahnya. Benar-benar belanja dengan hemat kan? Asik banget!
Sampai sekarang aku belum bisa meniru kemahiran ayahku menguasai berbagai bahasa daerah. Apalagi menawar harga, aku paling malas! Kadang langsung kubayar tanpa menawar lagi, he....he...
Nah ke pasar bersama ayah pastilah mencari tulang sapi! Kami akan membuat sop sum-sum sapi! Sampai di rumah, ayah benar-benar masak sendiri. Ibu membantu merapikan belanjaan dan menyiapkan bumbu-bumbu yang disiapkan. Ayahku akan membantu memasak sop dengan bumbu sepesialnya. Emmm....sedap deh!
Ayunan Kain Sarung
Kenapa aku suka menulis? Kenapa aku jatuh cinta dengan menulis? Mungkin itu hasil dari didikkan ayahku. Di masa kecil aku sering sekali berayun-ayun di kain sarung ayahku. Pulang kantor ayah akan berganti dengan baju kaos oblong dan sarungnya. Aku akan duduk di atas pangkuan ayah dan berayun di kain sarungnya sambil melihat ayah membaca koran.
Paling sedikit tiga jenis koran setiap hari ayah baca. Mengkin itu juga yang membuat aku mudah menulis saat ini. Dulu aku kesulitan membaca, aku baru bisa membaca lancar di kelas 4 SD! Untuk merangsang minat bacaku, ayah selalu membeli majalah anak di kala itu, seperti Bobo, Ananda dan Donal Bebek. Akhirnya aku jadi ketagihan membaca.
Waktu pertama kali tulisanku di muat di majalah Sabili, kakakku langsung nyeletuk, “Wah nularin bakat ayah tuh!”
Benarkah? Ayahku suka sekali menulis di diary, sampai sekarang diary ayah kami simpan menjadi kenangan. Ayah rapi sekali menuliskan apa saja kegiatannya di dalam diary.
Dari catatan ayah di buku hariannya aku lebih banyak mengenal ayah. Aku baru tahu ternyata ayahku aktif diberbagai organisasi. Ayah pernah menjadi Pimpinan Pemuda Melayu di Jogyakarta, pernah menjadi Ketua DEMS di UNJA waktu kuliah hukumnya. Ayah juga menjadi berbagai nara sumber diberbagai pelatihan.
No Bicara Jorok dan Kasar!
Ayahku juga senang sekali nonton berita. Pernah suatu malam ayahku mengingatkan kami untuk memanggil beliau jika sudah pukul 21.00 untuk nonton berita di TVRI. Nah, saking asiknya nonton Video (zaman dulu belum ada DVD) tentang kunfu, kami lupa memanggil ayah yang sedang asik membaca koran.
Jadilah kami kena omel ayahku. Ya, cuma kena omel saja! Ayahku tak pernah mengucapkan kata-kata kotor, apalagi kata-kata kasar dan bertentangan dengan agama Islam. Ayah juga tidak pernah memukul.
Ayahku jarang sekali marah, sebaliknya ayahku sangat humoris tapi cukup disiplin, apalagi soal ibadah. Jika Magrib tiba, TV tak boleh menyala. Harus mati dan kami semua harus sholat dan dilanjutkan dengan membaca Al-Quran. Aku bersyukur sekali masa kecilku sudah dekat dengan agama.
Usai Magrib kami diwajibkan untuk mengaji. Ayahku juga begitu. Sesibuknya di kantor, sholat tak pernah tinggal. Ayah selalu membaca Al-quran usai sholat Magrib. Ayah juga bisa membaca arab gundul. Kulihat beberapa buku ayah berbahasa arab gundul masih tersimpan rapi sampai sekarang.
Soal pendidikan, ayah sangat mendukung kelima anak perempuannya untuk sekolah setinggi mungkin. Bahkan kakak keduaku diajarkan membawa mobil agar bisa mandiri. Ayah selalu mengecek ke kamar-kamar jika malam hari. Mengecek jendela, selimut kami, bahkan menepuk nyamuk jika ada nyamuk yang hinggap. Itu sangat berkesan sampai sekarang.
Santun kepada Orang Tua
Siapakah yang sangat kehilangan ayah ketika beliau meninggal selain ibu dan kami anaknya!
Andung!
Ya Andung (ibunya ayah) adalah yang paling kehilangan. Andung sampai harus dibohongi oleh adik ayah yang perempuan ketika ayah meninggal. Apalagi ayahku meninggal cukup mendadak, beliau tidak sakit. Hari Jumat ayahku tugas keliling ke pengerajian kecil di Muko-muko, Bengkulu Utara.
Hari Senin, ayah pulang di antar ambulance, Asma dan Jantung ayah kumat. Beliau meninggal di Rumah sakit Bengkulu Utara.
Ayahku sangat santun ke pada Andung. Bahkan ayah berpesan kepada kami apa yang Andung minta, berikanlah, nanti ayah akan ganti. Maklum menjelang usia senja, Andung mulai pikun. Tapi ayahku dengan sabar mengikuti permintaan Andung. Ayah rajin mengajak kami silaturahmi ke rumah Andung, membawa makanan kesukaan Andung ataupun pakaian. Bahkan tua yang dulunya beratap rumbia, perlahan ayah bangun untuk Andung.
Ah, betapa berbakti ayah terhadap orang tuanya ya? Bahkan karena Datuk meninggal dan ingin menjaga Andung, ayah berani pindah tugas. Awalnya ayah kerja di Jambi pindah ke Bengkulu. Padahal perstasi kerja ayah cukup bagus di Jambi. Tapi demi berbakti pada Andung, ayah memilih pulang ke kota kelahirannya.
Ayahku bukan Malaikat
Sejuta kenangan manis bersama sudah tertoreh rapi. Benarkah ayahku sempurna? Satu per satu aku temui kisah kelam ayah di buku diarynya atau pun cerita orang-orang di sekitar. Bahkan dari ibu menjelang kematiannya.
Ya, ayahku bukanlah malaikat, ayah tetap punya kesalahan. Tapi begitu banyak kebaikan yang disematnya menyebabkan kelemahan beliau tertutupi.
Ayah memang sempat tergoda perempuan lain ketika ibu sudah kehilangan dua anak lelakinya. Kabarnya sih kena guna-guna karena ayah sempat cles dengan rekan kerjanya. Saat itu kedua kakak lelakiku meninggal ketika kecil karena sakit.
“Ayahmu sangat romantis, tak pernah merendahkan ibu yang hanya berpendidikan rendah. Ayah begitu mendorong ibu untuk berkembang. Lihatlah ibu bisa mendirikan Sanggar Batik Besurek dan bisa membiayai kuliah kalian ketika ayah meninggal. Ibu tak akan bisa mencintai lelaki lain selain ayah,” begitulah cerita ibuku.
Walau sejak ayah meninggal ibu sempat ditawari orang untuk menikah lagi. Tapi ibu bergeming dan memilih setia.
Ah, ayah betapa aku ingin mengatakan aku sangat mencintaimu, walau hanya lewat tulisan ini. Tanpa teladanmu mungkin aku telah jauh dari jalan-Nya. Semoga kelak kita berkumpul di jannah-Nya. Amin.
Lampung Timur, 1 Agustus 2010

2 komentar untuk "Sejuta Kenangan Bersama Ayah"

  1. Aku terharu mba. Semoga khusnul khatomah beliau, berkat doa doa anak cucunya, juga dari teladan baik beliau. Aamiin.

    BalasHapus

Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^